Mari kita bertanya mengapa kebanyakan orang begitu mementingkan
uang? Kita tidak bertanya mengapa uang penting, tetapi mengapa kita
sering mementingkan uang? Kalau kita begitu mementingkan uang, maka
seluruh perhatian, ingatan, pikiran, keinginan, ambisi kita terarah pada
daya-upaya untuk memiliki uang. Orang yang tergila-gila dengan uang itu
seperti para penderita obesitas. Seperti halnya anak-anak yang
menderita obesitas, ingatan, pikiran, imaginasi, perhatian mereka hanya
terfokus pada makanan. Sedikit-sedikit berpikir soal makanan. Belajar
sambil makan, menonton sambil makan, pergi membawa makanan, kalau stress
larinya ke makanan. Tiada waktu tanpa berpikir tentang makan. Kalau
orang tidak makan, tentu tidak akan bisa bertahan hidup. Tetapi mengapa
para penderita obesitas begitu mementingkan makan? Seperti para
penderita obesitas, kalau kita begitu mementingkan uang, maka seluruh
perhatian, ingatan, pikiran, keinginan, ambisi kita terarah pada uang
dan uang menjadi segalanya.
Kalau memiliki lebih banyak uang, apakah kita lebih bahagia? Kalau
memiliki sedikit uang, apakah kita kurang bahagia? Dengan memiliki
banyak uang, apakah kita akan lebih dihormati, dihargai, diperhitungkan.
Dengan memiliki sedikit uang, apakah kita kurang dihormati, kurang
dihargai, kurang diperhitungkan? Dengan memiliki banyak uang, apakah
kita menjadi terpuaskan, bangga, prestisius? Apakah dengan bermimpi
memiliki lebih banyak uang, sebenarnya kita takut miskin, takut hidup
berkekurangan, takut tidak mendapatkan apa yang kita inginkan, takut
tidak lagi berkuasa, khawatir kita kehilangan kenikmatan yang sekarang
bisa didapatkan? Apakah itu semua menjadi jauh lebih penting daripada
uangnya itu sendiri? Itukah mengapa kita karenanya mau membayar
berapapun atau membayar apapun demi kesenangan, kenikmatan, dan
kepuasan?
Bukan uang yang membuat kita tidak waras. Kelekatan kita terhadap
kenikmatan-kenikmatan yang bisa dibeli dengan uang itulah yang membuat
kita tidak waras. Bukankah kelekatan terhadap uang membuat kita
ambisius, serakah, rakus, pelit, keras, kejam dan kita didera oleh
ketakutan, kecemasan, kegelisahan, kekhawatiran? Kelekatan terhadap uang
lalu menjadi sumber kekerasan dan kejahatan yang berantai dan berdampak
luas. Uang lalu mudah menjadi alat eksploitasi, alat pembodohan, alat
perbudakan, alat kepentingan diri sendiri, alat kekerasan, alat
pemiskinan, alat ketidakadilan, alat penindasan, alat kejahatan.
Mesin uang bukan hanya ada bank atau lembaga-lembaga keuangan,
bukan hanya di pabrik-pabrik atau di kantor-kantor, bukan hanya di
lembaga-lembaga pemerintah dan non-pemerintah, bukan hanya di pasar riil
rakyat atau pasar saham, tetapi juga di lembaga-lembaga keagamaan.
Ketika kelekatan terhadap uang sudah merasuk ke lembaga-lembaga
keagamaan, maka wajah lembaga-lembaga ini sama rakusnya, sama jahatnya,
sama kejamnya dengan lembaga-lembaga secular lainnya.
Uang adalah sarana untuk mengejar tujuan tertentu. Tujuan itu bisa
berupa kebaikan atau kejahatan. Itu tergantung dari penggunanya. Bisa
jadi kita memiliki tujuan luhur dan menggunakan uang untuk mengejar
tujuan-tujuan luhur itu. Misalnya, untuk mengentaskan kemiskinan, untuk
menggalang solidaritas, untuk menciptakan perdamaian. Sekalipun
tujuan-tujuan itu begitu luhur, namun selama kita melekat pada uang dan
melekat pada kepentingan mencari kenikmatan atau kepuasan, entah
kenikmatan duniawi atau surgawi, entah kepuasan kodrati atau adikodrati,
maka uang telah membelenggu kita.
Bisakah kita bebas dari kelekatan terhadap uang dan justru karena
lepas-bebas terhadap uang, kita lalu bisa memanfaatkan uang sebagai alat
pendidikan, alat pencerahan, alat pemberdayaan, alat kemandirian, alat
penggalangan solidaritas, alat perdamaian, alat keadilan, alat
kesejahteraan, alat kebaikan, alat pembebasan?
Bebas karena kita memiliki banyak uang tetapi kita melekatinya
bukanlah kebebasan. Bebas kalau kita sama sekali tidak memiliki uang
hanyalah teori yang ngawang-ngawang. Bebas karena kita tidak melekat
pada uang, entah kita memiliki banyak atau sedikit, adalah kebebasan
yang sesungguhnya. Kebebasan terhadap uang seperti ini justru menjadikan
uang bisa menjadi alat pembebasan.
Uang hanyalah bagian kecil dari kehidupan dan kehidupan itu sendiri
jauh lebih besar daripada uang. Kalau batin diokupasi oleh apa yang
kecil, maka kita lupa akan apa yang besar. Kalau kita tidak bisa
berhubungan secara benar dengan hal kecil, maka kita juga tidak bisa
berhubungan dengan hal yang besar. Sudah benarkah cara kita berhubungan
dengan perkara yang kecil ini?*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar