Pada hakekatnya penciptaan ruh manusia (lima lathifah), tidak melalui sistem evolusi. Ruh ditiupkan oleh Allah ke dalam jasad manusia melalui proses. Ketika jasad Nabi Adam a.s telah tercipta dengan sempurna, maka Allah memerintahkan ruh Nya untuk memasuki jasad Nabi Adam a.s. Maka dengan enggan ia menerima perintah tersebut. Ruh memasuki jasad dengan berat hati karena harus masuk ke tempat yang gelap.
Akhirnya ruh mendapat sabda Allah: “Jika seandainya kamu mau masuk
dengan senang, maka kamu nanti juga akan keluar dengan mudah dan senang,
tetapi bila kamu masuk dengan paksa, maka kamupun akan keluar dengan
terpaksa”. Ruh memasuki melalui ubun-ubun, kemudian turun sampai ke
batas mata, selanjutnya sampai ke hidung, mulut, dan seterusnya sampai
ke ujung jari kaki. Setiap anggota tubuh Adam yang dilalui ruh menjadi
hidup, bergerak, berucap, bersin dan memuji Allah. Dari proses inilah
muncul sejarah mistis tentang karakter manusia, sejarah salat (takbir,
ruku dan sujud), dan tentang struktur ruhaniah manusia (ruh, jiwa dan
raga).
Bahkan dalam al Qur’an tergambarkan ketika ruh sampai ke lutut,
maka Adam sudah tergesa gesa ingin berdiri. Sebagaimana firman Allah :
“Manusia tercipta dalam ketergesa-gesaan” (Q.S.21:37).
Pada proses penciptaan anak Adam pun juga demikian, proses
bersatunya ruh ke dalam badan melalui tahapan. Ketika sperma berhasil
bersatu dengan ovum dalam rahim seorang ibu, maka terjadilah zygot (sel
calon janin yang diploid ). Ketika itulah Allah meniupkan sebagian
ruhnya (QS : 23 : 9), yaitu ruh al-hayat. Pada tahapan selanjutnya Allah
menambahkan ruhnya, yaitu ruh al-hayawan, maka jadilah ia potensi untuk
bergerak dan berkembang, serta tumbuh yang memang sudah ada bersama
dengan masuknya ruh al-hayat.
Sedangkan tahapan selanjutnya adalah peniupan ruh yang terakhir,
yaitu ketika proses penciptaan fisik manusia telah sempurna (bahkan
mungkin setelah lahir). Allah meniupkan ruh al-insan (haqiqat
Muhammadiyah). Maka dengan ini, manusia dapat merasa dan berpikir.
Sehingga layak menerima taklif syari’ (kewajiban syari’at) dari Allah
dan menjadi khalifah Nya.
Itulah tiga jenis ruh dan nafs yang ada dalam diri manusia, sebagai
potensi yang menjadi sudut pandang dari fokus pembahasan lathifah
(kesadaran). Lima lathifah yang ada di dalam diri manusia itu adalah
tingkatan kelembutan kesadaran manusia. Sehingga yang dibahas bukan
hakikatnya, karena hakikat adalah urusan Tuhan (QS : 17 : 85), tetapi
aktivitas dan karakteristiknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar