Dalam suatu hadits Nabi saw. Beliau
bersabda, ” Setiap kandungan dalam seluruh kitab-kitab Allah diturunkan,
semuanya ada di dalam Al-Qur’an. Dan seluruh kandungan Al-Qur’an ada di
dalam
Al-Fatihah. Dan semua yang ada dalam Al-Fatihah ada di dalam
Bismillahirrahmanirrahiim.”
Bahkan disebutkan dalam hadits lain,
“setiap kandungan yang ada dalam Bismillahirrahmaanirrahiim ada di dalam
huruf Baa’, dan setiap yang terkandung di dalam Baa’ ada di dalam titik
yang berada dibawah Baa’”.
Sebagian para Arifin menegaskan, “Dalam
perspektif ahlul ma’rifatullah , ” Bismillaahirrahmaanirrahim” itu
kedudukannya sama dengan “kun” dari Allah”.
Perlu diketahui bahwa pembahasan
mengenai Bismillahirrahmaanirrahiim banyak ditinjau dari berbagai segi,
baik dari segi gramatikal (Nahwu dan sharaf) ataupun segi bahasa
(etimologis), disamping tinjuan dari materi huruf, bentuk,
karakteristik, kedudukan, susunannya serta keistemewaanya atas
huruf-huruf lainnya yang ada dalam Surat Pembuka Al-Qur’an, kristalisasi
dan spesifikasi huruf-huruf yang ada dalam huruf Baa’, manfaat dan
rahasianya.
Tujuan tulisan ini bukan mengupas semua
itu, tetapi lebih pada esensi atau hakikat makna terdalam yang relevan
dengan segala hal di sisi Allah swt, Pembahasannya akan saling berkelin
dan satu sama lainnya, karena seluruh tujuannya adalah Ma’rifat kepada
Allah swt.
Kami memang berada di gerbangNya, dan
setiap ada limpahan baru di dalam jiwa maka ar-Ruhul Amin turun di dalam
kalbunya kertas. Ketahuilah bahwa Titik yang berada dibawah huruf Baa’
adalah awal mula setiap surat dan Kitab Allah Ta’ala. Sebab huruf itu
sendiri tersusun darititik, dan sudah semestinya setiap Surat ada huruf
yang menjadi awalnya, sedangkan setiap huruf itu ada titik yang menjadi
awalnya huruf. Karena itu menjadi keniscayaan bahwa titik itu sendiri
adalah awal dan pada setiap surat dan Kitab Allah Ta’ala.
Kerangka hubungan antara huruf Baa’
dengan Tititknya secara komprehensif akan dijelaskan berikut nanti.
Bahwa Baa’ dalam setiap surat itu sendiri sebagai keharusan adanya dalam
Basmalah bagi setiap surat, bahkan di dalam surat Al-Baqarah. Huruf
Baa’itu sendiri mengawali ayat dalam surat tersebut. Karena itu dalam
konteks inilah setiap surat dalam Al-Qur’an mesti diawali dengan Baa’
sebagaimana dalam hadits di atas, bahwa seluruh kandungan Al-Qur’an itu
ada dalam surah Al-Fatihah, tersimpul lagi di dalam Basmalah, dan
tersimpul lagi dalam Huruf Baa’, akhirnya pada titik .
Hal yang sama , Allah SWT dengan seluruh
yang ada secara paripurna sama sekali tidak terbagi-bagi dan
terpisah-pisah. Titik sendiri merupakan syarat-syarat dzat Allah Ta’ala
yang tersembunyi dibalik khasanahnya ketika dalam penampakkan-Nya
terhadap mahlukNya, titik itu tidak tampak dan tidak Layak lagi bagi
anda untuk dibaca selamanya mengingat kediaman dan kesuciannya dari
segala batasan, dari satu makhraj ke makhraj lainya. Sebab ia adalah
jiwa dari seluruh huruf yang keluar dari seluruh tempat keluarnya huruf.
Maka,camkanlah, dengan adanya batin dari Ghaibnya sifat Ahadiyah.
Misalnya anda membaca titik menurut
persekutuan, seperti huruf Taa’ dengan dua titik, lalu Anda menambah
satu titik lagi menjadi huruf Tsaa’, maka yang Anda baca tidak lain
kecuali Titik itu sendiri, sebab Taa’ bertitik dua, dan Tsaa’ bertitik
tiga tidak terbaca, karena bentuknya satu, yang tidak terbaca kecuali
titiknya belaka. Seandainya Anda membaca di dalam diri titik itu niscaya
bentuk masing-masing berbeda dengan lainnya. Karena itu dengan titik
itulah masing-masing dibedakan, sehingga setiap huruf sebenarnya tidak
terbaca kecuali titiknya saja. Hal yang sama dalam perspektif makhluk,
bahwa makhluk itu tidak dikenal kecuali Allah.
Bahwa Anda mengenal-Nya dari makhluk
sesungguhnya Anda mengenal-Nya dari Allah swt. Hanya saja Titik pada
sebagian huruf lebih jelas satu sama lainnya, sehingga sebagian menambah
yang lainnya untuk menyempurnakannya, seperti dalam huruf-huruf yang
bertitik, kelengkapannya pada ttik tersebut. Ada sebagian yang tampak
pada kenyataannya seperti huruf Alif dan huruf-huruf tanpa Titik. Karena
huruf tersebut juga tersusun dari titik-titik. Oleh sebab itulah, Alif
lebih mulia dibanding Baa’,karena Titiknya justru menampakkan diri dalam
wujudnya, sementara dalam Baa’ itu sendiri tidak tampak (Titik berdiri
sendiri). Titik di dalam huruf Baa’ tidak akan tampak, kecuali dalam
rangka kelengkapannya menurut perspektif penyatuan. Karena Titik suatu
huruf Merupakan kesempurnaan huruf itu sendiri dan dengan sendirinya
menyatu dengan huruf tersebut. Sementara penyatuan itu sendiri
mengindikasikan adanya faktor lain, yaitu faktor yang memisahkan antara
huruf dengan titiknya.
Huruf Alif itu sendiri posisinya
menempati posisi tunggal dengan sendirinya dalam setiap huruf. Misalnya
Anda bisa mengatakan bahwa Baa’ itu adalah Alif yang di datarkan Sedang
Jiim, misalnya, adalah Alif dibengkokkan’ dua ujungnya. Daal adalah Alif
yang yang ditekuk tengahnya.
Sedangkan Alif dalam kedudukan titik,
sebagai penyusun struktur setiap huruf ibarat Masing-masing huruf
tersusun dari Titik. Sementara Titik bagi setiap huruf ibarat Neucleus
yang terhamparan. Huruf itu sendiri seperti tubuh yang terstruktur.
Kedudukan Alif dengan kerangkanya seperti kedudukan Titik. Lalu
huruf-huruf itu tersusun dari Alif sebagimana kita sebutkan, bahwa Baa’
adalah Alif yang terdatarkan.
Demikian pula Hakikat Muhammadiyyah
merupakan inti dimana seluruh jagad raya ini diciptakan dari Hakikat
Muhammadiyah itu. Sebagaimana hadits riwayat Jabir, yang intinya Allah
swt. menciptakan Ruh Nabi saw dari Dzat-Nya, dan menciptakan seluruh
alam dari Ruh Muhammad saw. Sedangkan Muhammad saw. adalah Sifat
Dzahirnya Allah dalam makhluk melalui Nama-Nya dengan wahana penampakan
Ilahiyah.
Anda masih ingat ketika Nabi saw.
diisra’kan dengan jasadnya ke Arasy yang merupakan Singgasana Ar-Rahman.
Sedangkan huruf Alif, —walaupun huruf-huruf lain yang tanpa titik
sepadan dengannya, dan Alif merupakan manifestasi Titik yang tampak di
dalamnya dengan substansinya — Alif memiliki nilai tambah dibanding yang
lain. Sebab yang tertera setelah Titik tidak lain kecuali berada satu
derajat. Karena dua Titik manakala disusun dua bentuk alif, maka Alif
menjadi sesuatu yang memanjang. Karena dimensi itu terdiri dari tiga:
Panjang, Lebar dan Kedalaman.
Sedangkan huruf-huruf lainnya menyatu di
dalam Alif,seperti huruf Jiim. Pada kepala huruf Jiim ada yang
memanjang, lalu pada pangkal juga memanjang, tengahnya juga memanjang.
Pada huruf Kaaf misalnya, ujungnya memanjang, tengahnya juga memanjang
namun pada pangkalnya yang pertama lebar. Masing-masing ada tiga
dimensi. Setiap huruf selain Alif memiliki dua atau tiga jangkauan yang
membentang. Sementara Alif sendiri lebih mendekati titik. Sedangkan
titik , tidak punya bentangan. Hubungan Alif diantara huruf-huruf yang
Tidak bertitik, ibarat hubungan antara Nabi Muhammad saw, dengan para
Nabi dan para pewarisnya yang paripurna. Karenanya Alif mendahului semua
huruf.
Diantara huruf-huruf itu ada yang punya
Titik di atasnya, ada pula yang punya Titik dibawahnya,Yang pertama
(titik di atas) menempatip osisi “Aku tidak melihat sesuatu sebelumnya)
kecuali melihat Allah di sana”.
Diantara huruf itu ada yang mempunyai
Titik di tengah, seperti Titik putih dalam lobang Huruf Mim dan Wawu
serta sejenisnya, maka posisinya pada tahap, ”Aku tidak melihat sesuatu
kecuali Allah didalamnya.” Karenanya titik itu berlobang, sebab dalam
lobang itu tampak sesuatu selain titik itu sendiri Lingkaran kepada
kepala Miim menempati tahap, “Aku tidak melihat sesuatu” sementara Titik
putih menemptai “Kecuali aku melihat Allah di dalamnya.”
Alif menempati posisi “Sesungguhnya
orang-orang yang berbaiat kepadamu sesungguhnya mereka itu berbaiat
kepada Alllah.” Kalimat “sesungguhnya” menempati posisi arti “Tidak”,
dengan uraian “Sesungguhnya orang-orang berbaiat” kepadamu tidaklah
berbaiat kepadamu tidaklah berbaiat kepadamu, kecuali berbaiat kepada
Allah.”
Dimaklumi bahwa Nabi Muhammad saw.
dibaiat, lalu dia bersyahadat kepada bersyahadat kepada Allah pada
dirinya sendiri, sesungguhnya tidaklah dia itu berbaiat kecuali berbaiat
kepada Allah. Artinya, kamu sebenarnya tidak berbaiat kepada Muhammad
saw. tetapi hakikat-nya berbaiat kepada Allah swt. Itulah arti
sebenarnya dari Khilafah tersebut
Menurut Ibnu Araby dalam Kitab Tafsir
Tasawufnya, “Tafsirul Qur’anil Karim” menegaskan, bahwa dengan
(menyebut) Asma Allah, berarti Asma-asma Allah Ta’ala diproyeksikan yang
menunjukkan keistimewaan-nya, yang berada di atas Sifat-sifat dan Dzat
Allah Ta’ala. Sedangkan wujud Asma itu sendiri menunjukkan arah-Nya,
sementara kenyataan Asma itu menunjukkan Ketunggalan-Nya.
Allah itu sendiri merupakan Nama bagi
Dzat (Ismu Dzat) Ketuhanan. dari segi Kemutlakan Nama itu sendiri. Bukan
dari konotasi atau pengertian penyifatan bagi Sifat-sifat-Nya, begitu
pula bukan bagi pengertian “Tidak membuat penyifatan”.
“Ar- Rahman” adalah predikat yang
melimpah terhadap wujud dan keparipurnaan secara universal. menurut
relevansi hikmah. dan relevan dengan penerimaan di permulaan pertama.
“Ar-Rahiim” adalah yang melimpah bagi
keparipurnaan maknawi yang ditentukan bagi manusia jika dilihat dari
segi pangkal akhirnya. Karena itu sering. disebutkan, “Wahai Yang Muha
Rahman bagi Dunia dan akhirat, dan Maha Rahim bagi akhirat”.
Artinya, adalah proyeksi kemanusiaan
yang sempuma, dan rahmat menyeluruh, baik secara umum maupun khusus,
yang merupakan manifestasi dari Dzat Ilahi. Dalam konteks, inilah Nabi
Muhammad saw. Bersabda, “Aku diberi anugerah globalitas Kalam, dan aku
diutus untuk menyempurnakan akhlak (menuju) paripurna akhlak”.
Karena. kalimat-kalimat merupakan
hakikat-hakilkat wujud dan kenyataannya. Sebagaimana Isa as, disebut
sebagai Kalimah dari Allah, sedangkan keparipurnaan akhlak adalah
predikat dan keistimewaannya. Predikat itulah yang menjadi sumber
perbuatan-perbuatan yang terkristal dalam jagad kemanusiaan. Memahaminya
sangat halus. Di sanalah para Nabi – alaihimus salam – meletakkan
huruf-huruf hijaiyah dengan menggunakan tirai struktur wujud. Kenyataan
ini bisa djtemukan dalam periode! Isa as, periode Amirul Mukminin
Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah, dan sebagian masa sahabat, yang
secara keseluruhan menunjukkan kenyataan tersebut.
Disebutkan, bahwa Wujud ini muncul dari
huruf Baa’ dari Basmalah. Karena Baa’ tersebut mengiringi huruf Alif
yang tersembunyi, yang sesungguhnya adalah Dzat Allah. Disini ada
indikasi terhadap akal pertama, yang merupakan makhluk awal dari Ciptaan
Allah, yang disebutkan melalui firman-Nya, “Aku tidak menciptakan
makhluk yang lebih Kucintai dan lebih Kumuliakan ketimbang dirimu, dan
denganmu Aku memberi. denganmu Aku mengambil, denganmu Aku memberi
pahala dan denganmu Aku menyiksa”. (Al-hadits).
Huruf-huruf yang terucapkan dalam
Basmalah ada 18 huruf. Sedangkan yang tertera dalam tulisan berjumlah 19
huruf. Apabila kalimat-kalimat menjadi terpisah. maka jumlah huruf yang
terpisah menjadi 22.
Delapan belas huruf mengisyaratkan
adanya alam-alam yang dikonotasikannya dengan jumlahnya. 18 ribu alam.
Karena huruf Alif merupakan hitungan sempurna yang memuat seluruh
struktur jumlah. Alif merupakan induk dari seluruh strata yang tidak
lagi ada hitungan setelah Alif. Karena itu dimengerti sebagai induk dari
segala induk alam yang disebut sebagai Alam Jabarut, Alam Malakut,
Arasy, Kursi, Tujuh Langit., dan empat anasir, serta tiga kelahiran yang
masing masing terpisah dalam bagian-bagian tersendiri.
Sedangkan makna sembilan belas,
menunjukkan penyertaan Alam Kemanusiaan. Walau pun masuk kategori alam
hewani, namun alam insani itu menurut konotasi kemuliaan dan
universalitasnya atas seluruh alam dalam bingkai wujud, toh ada alam
lain yang memiliki ragam jenis yang prinsip. Ia mempunyai bukti seperti
posisi Jibril diantara para Malaikat.
Tiga Alif yang tersembunyi yang merupakan pelengkap terhadap dua puluh dua huruf ketika dipisah-pisah, merupakan perunjuk pada Alam Ilahi Yang Haq, menurut pengertian Dzat. Sifat dan Af ‘aal. Yaitu tiga Alam ketika dipisah-pisah, dan Satu Alam ketika dinilai dari hakikatnya.
Tiga Alif yang tersembunyi yang merupakan pelengkap terhadap dua puluh dua huruf ketika dipisah-pisah, merupakan perunjuk pada Alam Ilahi Yang Haq, menurut pengertian Dzat. Sifat dan Af ‘aal. Yaitu tiga Alam ketika dipisah-pisah, dan Satu Alam ketika dinilai dari hakikatnya.
Sementara tiga huruf yang tertulis
menunjukkan adanya manifestasi alam-alam tersebut pada tempat
penampilannya yang bersifat agung dan manusiawi.
Dan dalam rangka menutupi Alam Ilahi,
ketika Rasulullah saw, ditanya soal Alif yang melekat pada Baa’, “dari
mana hilangnya Alif itu?” Maka Rasulullah saw, menjawab, “Dicuri oleh
Syetan”.
Diharuskannya memanjangkan huruf Baa’nya
Bismillah pada penulisan, sebagai ganti dari Alifnya, menunjukkan
penyembunyian Ketuhanannya predikat Ketuhanan dalam gambaran Rahmat yang
tersebar. Sedangkan penampakannya dalam potret manusia, tak akan bisa
dikenal kecuali oleh ahlinya. Karenanya, dalam hadist disebutkan,
“Manusia diciptakan menurut gambaran Nya”.
Dzat sendiri tersembunyikan oleh Sifat,
dan Sifat tersembunyikan oleh Af’aal. Af’aal tersembunyikan oleh
jagad-jagad dan makhluk.
Oleh sebab itu, siapa pun yang meraih
Tajallinya Af’aal Allah dengan sirnanya tirai jagad raya, maka ia akan
tawakkal. Sedangkan siapa yang meraih Tajallinya Sifat dengan sirnanya
tirai Af’aal, ia akan Ridha dan Pasrah. Dan siapa yang meraih Tajallinya
Dzat dengan terbukanya tirai Sifat, ia akan fana dalam kesatuan. Maka
ia pun akan meraih Penyatuan Mutlak. Ia berbuat, tapi tidak berbuat. Ia
membaca tapi tidak membaca “Bismillahirrahmaanirrahiim”.
Tauhidnya af’aal mendahului tauhidnya
Sifat, dan ia berada di atas Tauhidnya Dzat. Dalam trilogi inilah Nabi
saw, bermunajat dalam sujudnya, ” Tuhan, Aku berlindung dengan ampunanmu
dari siksaMu, Aku berlindung dengan RidhaMu dari amarah dendamMu, Aku
berlindung denganMu dari diriMu “.
Sumber : Tafsirul Qur’anil Karim, karya Ibnu Araby
Tidak ada komentar:
Posting Komentar