Jadilah dirimu bergantung pada Sifat-sifat Rububiyah, dan jadilah dirimu mewujudkan sifat-sifat ‘ubudiyah"
Kebergantungan terhadap Sifat-sifat Rububiyahnya Allah swt,
merupakan perwujudan kehambaan (‘ubudiyah), sehingga sang hamba
merasakan fana’nya diri dalam perwujudan kehambaannya.
Sifat-sifat Rububiyah yang dijadikan gantungan hamba itu adalah:
Sifat Maha Cukup nan Kaya; Sifat Maha Mulia; Sifat Maha Kuasa dan Maha
Kuat. Maka dengan Sifat-sifat Rububiyah tersebut, muncullah respon
‘Ubidyah atau kehambaannya, yang menjadi kebalikan dari Sifat Rububiyah.
Yaitu, sifat faqir, sebagai respon terhadap Maha Cukupnya Allah, sifat
hina-dina, sebagai respon hamba terhadap Sifat Maha MuliaNya, dan sifat
tak mampu hamba sebagai respon sifat Maha KuasaNya, serta sifat lemah
hamba merupakan respon agar bergantung pada Maha KuatNya.
Dalam proses interaksi antara Ubudiyah dan Rububiyah tersebut,
seorang hamba kadang-kadang mengalami dua situasi yang berbeda.
Terkadang yang muncul adalah Sifat Maha Kaya dan Maha Cukupnya Allah
dalam pandangan hamba, terkadang yang muncul adalah sifat fakirnya si
hamba kepada Allah swt.
Apabila yang muncul adalah sifat fakirnya si hamba kepada Allah
swt, maka sang hamba haruslah kembali untuk berselaras dengan adab
Pertama: Posisi dalam keleluasaan dan dan kemuliaan.
Kedua: Posisi adab dan pengagungan.
Rasulullah saw, pernah memberikan seribu sho’ untuk menujukkan
betapa Allah Maha Cukup nan Kaya, di satu sisi pun beliau mengikat batu
di perutnya untuk menunjukkan sifat butuhnya kepada Allah swt. Pada
kondisi pertama beliau menunjukkan betapa butuhnya manusia kepada Allah
swt, dan kedua, untuk mendidik ummatnya.
Sepanjang manusia tidak memiliki rasa fakir, hina, tak berdaya, dan
lemah, lalu dirinya merasa cukup, mulia, hebat, kuasa dan kuat, maka ia
telah terhijab dari Sifat rububiyahnya Allah swt. Dan orang tersebut
akan terlempar dari sifat kehambaanya, kemudian jadilah ego dan
kesombongannya menguat.
Iblis dan Fir’aun adalah representasi “keakuan” paling fenomenal
yang muncul kekuatannya dari kegelapan. Sifat “keakuan” yang sering
dieksplorasi untuk pendidikan manusia modern, pendidikan yang menggiring
manusia agar muncul dan eksistensial, sehingga lahir kekuatan-kekuatan
adidaya manusia. Dan ketika kekuatan itu benar-benar muncul jadilah
dirinya sebagai neo-Iblisian dan Fir’aunan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar