Didalam masyarakat Indonesia, masih ada
sebagian orang yang percaya bahwa gamelan tertentu memiliki kekuatan
gaib. Suara yang dikeluarkan dari alat musik gamelan seringkali dianggap
mempunyai daya magis yang bisa mempengaruhi aura kehidupan manusia.
Gamelan seperti ini biasanya bukan lagi sekedar alat musik tapi sudah
dianggap sebagai pusaka, dan hanya dimainkan pada saat yang sangat
istimewa. Oleh karena keistimewaan itu, gamelan demikian mendapat
penghormatan sama halnya seperti menghormati leluhur. Sebenarnya,
penghormatan seperti kepada leluhur itu tidaklah berlebihan jika kita
melihat dari rasa (roso) dan energi yang terlibat saat sang empu menempa
dan membentuk gamelan itu hingga menghasilkan nada yang begitu indah
hingga terkesan magis; atau saat sang pemilik gamelan itu dahulu sering
menumpahkan perasaan dan pikiran dengan memainkan gamelannya seperti
halnya seorang pianis meresap dalam permainan pianonya.
Sebagai alat musik yang dipandang
memiliki daya magis, gamelan pusaka seringkali digunakan untuk
mengiringi gendhing-gendhing Jawa yang memiliki makna sangat “khusus”,
yang seolah mengandung misteri seperti misalnya gendhing Tunggul Kawung
yang konon untuk “menahan/memindahkan” hujan, atau sebaliknya gendhing
Mego Mendhung yang untuk mendatangkan hujan lebat. Meskipun semua itu
tidak dapat dibuktikan secara ilmiah, para pemain gamelan (karawitan)
bisa membuktikannya dengan “rasa” yang mereka miliki.
Masyarakat Jawa adalah representasi dari
harmonisasi dan pencapaian ekstase untuk sadar kosmis. Gamelan tidak
sekadar perkara musik tapi menjadi pertaruhan orang Jawa mengolah rasa
dan mengabdikan diri untuk sensibiltas kosmis (alam, manusia, dan
Tuhan). Hakikat gamelan adalah hakikat kehidupan manusia lahir dan
batin. Kesadaran atas gamelan bagi masyarakat Jawa ini mengarah pada
kecenderungan mistik atau sakralisasi. Dan gamelan tidak sekadar urusan
melodi, harmoni, dan dinamik. Keharmonisan dan keteraturan dalam gamelan
merupakan representasi dari perjalanan suci menuju Tuhan. Ketukan gong
bisa diartikan simbol pencapaian tingkat (maqam) tertentu setelah orang
beralih dari suasana dzikir dan sunyi secara bergantian.
Dengan simbolisasi atas alam kerohanian
Jawa maka sakralisasi terjadi dengan kesadaran batin dan laku. Pandangan
mistik terhadap gamelan itu diterjemahkan oleh penguasa dan ahli agama
dalam pelbagai ritus di keraton. Gamelan menjadi perangkat musik dengan
nafas tradisi dan keagamaan. Ritus gamelan menjadi ritus dengan
permainan jagad simbol dan anutan kepercayaan terhadap nilai-nilai
kejawaan dan religiositas.
Selain itu gamelan merupakan salah satu
jenis musik yang terdiri dari berbagai alat musik, diantaranya kendang,
rebab, celempung, gambang, gong, dan seruling bambu. Komponen
utama yang menyusun alat-alat musik gamelan adalah bambu, logam, dan
kayu. Masing-masing alat mempunyai fungsi tersendiri dalam pagelaran
musik gamelan. Misalnya, gong berperan menutup sebuah irama yang panjang
dan memberi keseimbangan setelah sebelumnya musik dihiasi oleh irama
gending. Pandangan hidup Jawa yang diungkapkan dalam musik gamelan
merupakan keselarasan dalam berbicara dan bertindak sehingga tidak
memunculkan ekspresi yang meledak-ledak serta mewujudkan toleransi antar
sesama. Wujud nyata dalam musiknya adalah tarikan rebab yang sedang,
paduan seimbang bunyi kenong, saron kendang dan gambang serta suara gong
pada setiap penutup irama. Irama yang khas yang dihasilkan merupakan
perpaduan jenis suara dari masing-masing unit peralatan gamelan. Secara
filosofis gamelan Jawa merupakan satu bagian yang tak terpisahkan dari
kehidupan masyarakat Jawa.
Sekar macapat ADI LUHUNGE KAGUNAN JAWI
yang terangkum dalam pupuh dhanngula dan pupuh sinom, yang berisikan
tentang piwulang mengenai falsafah gamelan Jawa. Semoga bait-baik
macapat dibawah ini bisa untuk menambah wawasan serta merubah cara
pandang kita terhadap budaya Jawa yang semakin hari semakin tersisih
dengan budaya manca.
DHANDHANGGULA
Kang cinakup seni budya Jawi, rupa-rupa
kalamun pinetang, basa lan sastra Jawane, sarta macapatipun, krawitan
gamelan ugi, tuhu ngandhut falsafah, ingkang nyata agung, tumrap
jejering manungsa, dadi tepa palupi ala lan becik, ing kauripanira.
Dene seni gamelan puniki, yasan dalem
Sunan Kalijaga, kang kebak tuladhane, becik dadi panuntun, kanggo
nggayuh urip utami, ingkang wus manjing dadya, kapribaden luhur,
tumanduk mring bangsa kita, mangga sami ngleluri budaya Jawi, mamrih
teguh santosa.
Jeneng GAMBANG ingkang mengku werdi,
mbanyu mili kentir aneng sendhang, ngregengi tetabuhane, lir angin kang
tumiyup, saya ngrangin rinenggeng gendhing, lamun bahan wilahan, asal
saking kayu, mrih manggih hayu raharja, wit jatining urip mung ngudi
basuki, donya prapteng delahan.
KEMPUL lumrah ingaran alit, mengku
tetapsiran pirang-pirang, saka pakem sayektine, gandheng lan tembung
kumpul, werdine gya samya nyawiji, manunggal cipta karsa, nut
ugeranipun, iku tumraping agama, pranatan kang dadi wewatoning urip,
ingudi mrih raharja.
Kalamun GONG kang araneki, wujud gamelan
kang paling harda, memper kempul ingkang gedhe, dumadi saking prunggu,
tinabuh ing panutup gendhing, tandha mungkasi pada, mangka werdinipun,
yen gesang sampun pinungkas, dhawah ing gong wangsul ing kasidan jati,
sepuh tanapi mudha.
S I N O M
DEMUNG sinebut balungan, saya greget
mahanani, pindha jumbuhing tatabuhan, kang dadi peran utami, mligining
wayang kulit, ateges andhamane mung, siji ra neka-neka, mantep manembah
ing Gusti, kanthi manut miturut reh parentah-Nya.
Bebasan bojone dhalang, nenggih GENDER
araneki, baku ing babagan bawa, aneng pagelaran ringgit, mligine
aninthingi, bawa wiraswaranipun, nambah ngrangin swasana, mengku
falsafah kang inggil, aywa gampang tumandang nir sambekala.
Mangka jangkeping tabuhan, yeku SITER den
wastani, saya gayeng nggo jineman, banget ngresepake ati, mungal swara
thing-thing-thing, sinartan gender binarung, ingkang ngemu surasa, sing
pinter weh sukeng galih, amemangun karyenak tyasing sasama.
Nora kleru byola Jawa, ya REBAB araneki,
munggah kanthi sinenggrengan, nganyut rumesep ing galih, anggambar raos
sedhih, mligining swasana tlutur, den samya ngrembag ing bab, sagung
karya den rampungi, mrih sembada sadaya ingkang sinedya.
Minangka purnaning sekar, mangga sami
anyawiji, angleluri kabudayan, budaya kang edi peni, wus dadi jati
dhiri, langkung becik den sengkuyung, tan lirwa nembah muja, konjuk
mring Hyang Maha Suci, kabudayan dimen lestari ngrembaka.
Terjemahan :
DHANDHANGGULA
Yang termasuk budaya Jawa, beraneka
macam kalau dihitung, bahasa dan sastra Jawanya, serta tembang
macapatnya, dan juga krawitan serta gamelan, semua mengandung falsafah,
yang sangat luhur, terhadap penampilan manusia, menjadi tauladan baik
dan buruk, pada kehidupan kita.
Sedangkan seni gamelan itu, hasil
karya Sunan Kalijaga, yang penuh dengan contoh/teladan, baik untuk
dijadikan petunjuk, untuk mencapai hidup yang baik, yang telah masuk
menjadi, kepribadian yang luhur, sebagai pelindung terhadap bangsa kita,
marilah sama-sama melestarikan budaya Jawa, agar teguh dan sentosa.
Yang disebut GAMBANG itu mengandung
maksud, air yang mengalir hanyut di sendang, memeriahkan alunan musik,
ibarat angin yang berhembus, bertambah merdu alunan gending/lagu, kalau
bahannya dari wilahan (kayu yang belah), berasal dari kayu, agar
menemukan selamat dan sejahtera, hidup yang sesunggunya hannya mencari
keselamatan, di dunia sampai dengan akhirat.
KEMPUL biasanya disebut kecil,
mengandung penafsiran yang bermacam-macam, dari pedoman yang baku
sesungguhnya, berhubungan dengan kata kumpul (bersatu), artinya
segaralah bersatu, bersatu cipta dan karsanya, menurut peraturannya, itu
apabila menurut agama, aturan yang menjadi pedomannya hidup, yang
dicari agar selamat dan sejahtera.
Kalau yang namanya GONG, berupa
gamelan yang paling besar, mirip dengan kempul yang besar, yang berasal
dari bahan perunggu, ditabuh pada pada saat penutupan gending/lagu,
sabagai tanda mengahiri pada (syair), padahal maksudnya, jika hidup itu
telah diakhiri, jatuh pada gong kembali pada kesempurnaan sejati, tua
atuapun muda.
S I N O M
DEMUNG disebut juga balungan, semakin
bertambah semangat, ibarat telah sesuai dengan iramanya, yang menjadi
peran utama, khususnya dalam wayang kulit, berarti hanya sebagai tokoh,
hanya satu dan tidak bermacam-macam, mantab manembah pada tuhan, dengan
patuh sesuai dengan perintah-Nya.
Ibarat itrinya dalang, yaitu GENDER
namanya, sudah baku tentang bawa (pembukaan gending), pada pertunjukan
wayang kulit, khususnya membunyikan (mengetuk), bawa wiraswaranya
(penyanyi laki-laki), menambah merdu suasananya, mengandung falsafah
yang sangat tinggi, janganlah mudah bertindak agar terhindar dari
cobaan.
Padahal sempurnanya tetabuhan (irama),
yaitu disebut SITER, bertambah nikmat dibuat jineman (irama lagu),
sangat menarih hati, bunyi suara thing-thing-thing, seiring dengan suara
gender, yang mengandung maksud, yang pandai memberi kedamaian, berbuat
untuk menyenangkan hati sesama.
Tidak salah biola Jawa, yaitu REBAB
namanya, meningkat dengan suara yang mengalun, hanyut meresap didalam
hati, menggambarkan perasaan yang sedih, khususnya swasana tlutur (irama
sedih), semua membahas pada bab (permasalahan), semua pekerjaan di
selesaikan, agar semua yang diinginkan dapat terkabul.
Dan sebagai penutupnya lagu, marilah
kita semua bersatu, melestarikan kebudayaan, budaya yang sangat indah,
yang telah menjadi jati diri, lebih baik kita mendukung, tidak lupa kita
untuk berdoa, kepada tuhan yang maha suci, agar kebudayaan kita lestari
dan berkembang.
MARI KITA LESTARIKAN DAN PELAJARI BUDAYA KITA
SEMBELUM NEGARA LAIN MENGKLAIM
BAHWA ITU ADALAH BUDAYA MILIKNYA
SEMBELUM NEGARA LAIN MENGKLAIM
BAHWA ITU ADALAH BUDAYA MILIKNYA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar