Didalam mentalqin dzikir(menbai'at), seorang guru mursyid dapat
melakukan kepada jama’ah (banyak orang) atau kepada perorangan. Hal ini
didasarkan pada riwayat Imam Ahmad dan Imam
Thabrani yang menerangkan
bahwa Rasulullah SAW. telah mentalqin para sahabatnya, baik secara
berjama’ah atau perorangan.
Adapun talqin/bai'at Nabi SAW. kepada para sahabatnya secara jama’ah
sebagaimana diriwayatkan dari Sidad bin Aus RA ”Ketika kami (para
sahabat) berada dihadapan Nabi SAW, beliau bertanya: "Adakah diantara
kalian orang asing ”(maksud beliau adalah ahli kitab), aku menjawab:
”Tidak!”
Maka beliau menyuruh menutup pintu, lalu berkata:”Angkatlah
tangan-tangan kalian dan ucapkanlah La ilaaha illallah! ”Kemudian Beliau
melanjutkan :”Alhamdulillah, ya Allah sesungguhnya Engkau mengutusku
dengan kalimat ini (La ilaaha illallah), Engkau perintahkan aku
dengannya dan Engkau janjikan aku surga karenanya. Dan Engkau sungguh
tidak akan mengingkari janji. ” Lalu beliau berkata: ”Ingat!
Berbahagialah kalian, karena sesungguhnya Allah telah mengampuni
kalian.”
Sedangkan talqin Beliau kepada sahabatnya secara perorangan adalah
sebagaimana diriwayatkan oleh Yusuf Al-Kirwaniy dengan sanad yang shahih
bahwa sahabat Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah pernah memohon
kepada Nabi SAW : ”Ya Rasulullah, tunjukkanlah aku jalan yang paling
dekat kepada Allah, yang paling mudah bagi hambanya dan yang paling
utama disisi-Nya! ” Maka Beliau menjawab: ” Sesuatu yang paling utama
yang aku ucapkan dan para nabi sebelumku adalah La ilaaha illallah.
Seandainya tujuh langit dan tujuh bumi berada diatas daun timbangan dan
La ilaaha illallah berada diatas daun timbangan yang satunya, maka akan
lebih beratlah ia (La ilaaha illallah), ”
lalu lanjut beliau: ”Wahai
Ali, kiamat belum akan terjadi selama di muka bumi ini masih ada orang
yang mengucapkan kata Allah.” Kemudian sahabat Ali berkata: ” Ya
Rasulullah, bagaimana aku berdzikir menyebut nama Allah? ”Beliau
menjawab: ”Pejamkan kedua matamu dan dengarkan dariku tiga kali, lalu
tirukan tiga kali dan aku akan mendengarkannya. ”Kemudian Nabi SAW
mengucapakn La ilaaha illallah tigakali dengan memejamkan kedua mata dan
mengeraskan suara beliau, lalu sahabat Ali bergantian mengucapkan La
ilaaha illallah seperti itu dan Nabi SAW mendengarkannya.
Inilah dasar
talqin dzikir jahri (La ilaaha illallah).
Adapun talqin dzikir qolbi yakni dengan hati tanpa mengerakkan lisan
dengan itsbat tanpa nafi, dengan lafadz ismudz-dzat (Allah) yang
diperintahkan Nabi SAW dengan sabdanya :”Qul Allah Tsumma dzarhum”
(Katakanlah, ”Allah” lalu biarkan mereka), adalah dinisbatkan kepada
Ash-Shiddiq Al-A’dhom (Abu Bakar Ash-Shiddiq RA) yang mengambilnya
secara batin dari Al-Musthofa SAW. Inilah dzikir yang bergaung mantap
dihati Abu Bakar RA. Nabi SAW bersabda: ”Abu Bakar mengungguli kalian
bukan karena banyaknya puasa dan shalat, tetapi karena sesuatu yang
bergaung mantap didalam hatinya. ” Inilah dasar talqin dzikir sirri.
Semua aliran thoriqoh bercabang dari dua penisbatan ini, yakni nisbat
kepada sayyidina Ali Karamallahu wajhah untuk dzikir jahar dan nisbat
kepada sayyidina Abu Bakar RA untuk dzikir sirri. Maka kedua Beliau
inilah sumber utama dan melalui keduanya pertolongan Ar-Rahman datang.
Nabi SAW mentalqin kalimah Thoyibah ini kepada para sahabat
Radliallah ‘anhum untuk membersihkan hati mereka dan mensucikan jiwa
mereka, serta menghubungkan mereka kehadirat Ilahiyyah (Allah) dan
kebahagiaan yang suci murni.
Akan tetapi pembersihan dan pensucian
dengan kalimah thoyibah ini atau Asma-asma Allah yang lainnya itu, tidak
akan berhasil kecuali si pelaku dzikir menerima talqin dari Syaikhnya
yang alim, amil, kamil, fahim, terhadap makna Alqur’an dan syari’at,
mahir dalam hadits atau sunnah dan cerdas dalam aqidah dan ilmu kalam,
dimana syaikhnya tersebut juga telah menerima talqin kalimah thoyyibah
tersebut dari syaikhnya yang terus bersambung dari syaikhnya yang agung
yang satu dari syaikh agung yang lainnya sampai kepada Rasulullah SAW.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar