Indikasi Kegagalan dan Kesuksesan dalam Suluk.
menurut..Ibn’ Atha’illah al-Iskandari ra.
Terdapat 10 penyakit yang bisa menggagalkan perjalanan seseorang menuju Allah, yakni;..
– melihat amal,
– panjang angan-angan,
– merasa telah sampai ke tingkat wali,
– menunduk kepada makhluk,
– merasa puas dengan penglihatan mimpi,
– bersuka cita dengan wirid,
– bersenang-senang dengan karunia yang diterima,
– berdiam terhadap janji,
– merasa cukup dengan pengakuan
– dan lalai terhadap Allah,
Sedangkan tanda bahwa seseorang jatuh nilainya dalam pandangan Allah ada 3,..
– Ridha terhadap diri sendiri,
– tidak ridha terhadap Allah
– serta melawan qada dan qadar Allah.
Tanda dekatnya seseorang dari Allah juga ada 3,…
– Tidak mementingkan dirinya,
– menegakkan kebenaran
– dan tawadhu terhadap makhluk.
Sementara tanda bahwa seseorang telah sampai kepada Allah juga ada 3,
– Memahami Allah,
– mendengarkan Allah
– dan mengambil semua yang berasal dari Allah.
Tanda orang yang menggantungkan diri kepada Allah pun ada 3,…
– Tidak ikut memilih,
– tidak ikut mengurus
– dan tidak ikut mengatur.
Tanda bahwa seseorang mewakili Allah adalah ketika ia
mengganti sifat-sifat fananya dengan sifat-sifat yang abadi dan
melenyapkan zatnya yang fana dalam Zat yang Abadi.
Allah senantiasa memberi kekuasaan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki. Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.
Tanda bahwa seseorang hamba benar-benar mencintai Allah ada 3,…
– Tidak ikut memilih,
– menganggap baik semua realitas takdir,
– serta menyaksikan kesempurnaan sang Kekasih dalam segala sesuatu disertai kepasrahan total kepadaNya.
Sebaliknya, tanda bahwa seseorang dicintai Allah juga ada 3,…
– Ridha kepadanya atas apa yang dilakukannya,
– membicarakannya dan memberikan rahasia kepadanya lewat hikmah-Nya yang mendalam sebagai dalil atas-Nya.
Akhlak seorang Salik
Ketahulilah, bahwa jalan menuju Allah haruslah senantiasa
bersih dari sikap menentang dan dari nafsu yang menyimpang. Pemberian
alasan, sikap toleran dan kelembutan pada sesuatu yang mengarah pada
penyimpangan dari jalan Allah adalah tidak boleh ada di dalamnya. Karena
itu, perbuatan yang jelas-jelas melanggar syariat adalah layak dikecam
dan tidak boleh diberi maaf. Sikap toleran hanya berlaku dalam sesuatu
yang terkait dengan hak-hak pribadi.
Seorang salik yang hendak menapak jalan menuju Allah,
haruslah berusaha memberikan apa yang menjadi hak orang tanpa menuntut
balas dari mereka. Ia juga harus menerima alasan orang tanpa berusaha
mencari alasan untuk diri sendiri.
Selain itu, ia harus menolong tanpa berusaha untuk ditolong,
harus memperlakukan manusia dengan sikap kasih dan sayang, serta
berinteraksi bersama mereka dengan mengembangkan sikap saling
menasehati. Ia tidak boleh dengki dan iri dalam apa yang Allah berikan
pada orang. Tidak berteman dan duduk bersama wanita. Serta tidak
bersahabat dan bercengkrama dengan anak-anak muda.
Seorang salik juga harus berusaha menepati janji, berkata
benar dan bersikap wara’ entah itu terkait dengan ucapan, makanan,
pandangan dan seterusnya. Ia tidak boleh bersikap riya, harus menjaga
adab-adab syariat –baik yang kecil maupun yang besar- kalau sudah
mengetahui. Kalau belum mengetahui, ia harus bertanya. Orang yang berani
mengkhianati adab-adab syariat akan lebih berani lagi mengkhianati
rahasia-rahasia ilahi. Karena itu, Allah hanya akan memberikan
rahasiaNya kepada mereka yang bisa dipercaya.
Seorang salik tidak boleh memilih, sebab ia bersama pilihan Allah.
Ia juga harus meninggalkan hal-hal yang mubah, sebab
memperhatikan hal yang mubah itu hanya akan membuang-buang waktu. Salik
yang masuk ke dalam jalan ini, kalau sudah menjadi suami, hendaknya
tidak menceraikan isterinya. Atau kalau masih bujang hendaknya tidak
menikah dulu sampai sempurna. Dan jika sudah sempurna ia akan mendapat
pemberian Allah.
Seorang salik harus jujur. Ia hanya berbicara dengan apa yang
ia saksikan.Ketika salik atau murid mengunjungi seorang syekh, qalb-nya
harus kosong agar ia bisa menerima apa yang diberikan oleh syekhnya
itu. Ia tidak boleh mengingkarinya. Jika sulit diterima, ia harus
mengevaluasi diri dengan berkata,… “Saya belum sampai pada kedudukan
ini.” Ia tidak boleh menganggap syekhnya yang salah.
Siapa yang menemui syekh untuk mengujinya, berarti ia adalah
seorang yang bodoh. Hendaknya ia meminta sang syekh untuk berbicara
tentang persoalan khatir. Tetapi, yang mestinya ia minta adalah agar
sang syekh tersebut mengajarkan kotoran-kotoran jiwa beserta obatnya,
juga agar ia menerangkan hal-ihwal seorang murid, bukan hal-ihwal kaum
arif.
Apabila seorang salik menyaksikan ada orang yang sedang
berbuat maksiat, janganlah ia mempunyai keyakinan bahwa maksiat tersebut
dilakukan seterusnya. Namun, hendaknya ia berkata,… “Barangkali ia
bertaubat pada saat tak dilihat orang…” atau “Barangkali maksiat
tersebut tidak mengkhawatirkan karena mungkin Allah menolong ia di akhir
hidupnya.” Seorang salik tidak boleh mempunyai prasangka buruk terhadap
seseorang kecuali yang memang telah Allah tampakkan akhir kehidupannya.
Para salik juga tak boleh berprasangka baik terhadap dirinya.
Siapa yang memandang dirinya lebih baik dari orang lain, padahal ia
belum mengetahui keadaannya dan keadaan orang tersebut di akhir
hidupnya, berarti ia bodoh terhadap Allah, tertipu dan tidak memiliki
kebaikan. Meskipun ia diberi pengetahuan, tetapi sebetulnya ia tidak
diberi. Meremehkan ilmu yang hakiki berarti meremehkan Allah. Dan tentu
saja hal tersebut bertentangan dengan sifat kewalian.
Ciri-ciri seorang salik adalah ia selalu membersihkan diri
dari berbagai perangai buruk dan mengisinya dengan berbagai akhlak yang
terpuji.Ia senantiasa sabar menghadapi gangguan orang dan tidak
menyakiti.Hendaknya ia senang membantu orang dalam hal kebajikan,
mengasihi orang yang lemah, menunjuki orang yang sesat dan bodoh,
menyadarkan orang yang lalai dan tidak membuat hijab.
Setiap orang yang meminta pertolongannya, selalu dibantu.
Setiap orang yang ingin menemuinya, selalu bisa bertemu.
Ia tidak menutup diri dari orang, selalu memberi kepada yang
meminta, menghormati tamu, menghibur orang yang sedang merana,
menenangkan orang yang sedang cemas, memberi makan orang yang lapar,
memberi minum orang yang haus, memberi baju kepada orang yang telanjang,
membantu pelayan, selalu melakukan perbuatan mulia dan tidak melakukan
perbuatan tercela.
Diantara ciri salik lainnya adalah selalu melakukan mujahadah
jasmani seperti menahan rasa lapar dan haus, serta berujung dalam empat
hal,…
::: Kematian putih, yaitu menahan lapar,
::: Kematian merah, yaitu menentang hawa nafsu,
::: Kematian hitam yaitu bersabar dalam memikul beban, serta
::: Kematian hijau yaitu memakai tembelan berlapis.
Seorang salik juga lebih mengutamakan orang lain, selalu
bersandar kepada Allah dalam semua hal, ridha dengan semua ujian
dariNya, bersabar dalam menghadapi berbagai macam penderitaan,
meninggalkan tanah air, menjauh dari makhluk tanpa memandang mereka
sebagai orang yang buruk, namun semata-mata karena lebih mengutamakan
Allah ketimbang makhluk.
Ia memutuskan segala hubungan yang bisa menjadi penghalang,
selalu berusaha untuk memenuhi hajat kebutuhan manusia setelah selesai
membenahi dirinya sendiri. Siapa yang berusaha memenuhi hajat manusia
sebelum ia memperbaiki diri sendiri, berarti orang tersebut sebenarnya
menginginkan kedudukan dan pujian.
Diantara akhlak salik adalah bersikap Qana’ah, yaitu merasa
cukup dengan pemberian yang ada tanpa mengharap tambahan karunia. Lalu
ia juga selalu berusaha agar dirinya senantiasa berada dalam keadaan
suci. Malaikat berkata kepada Allah, “Kami tinggalkan mereka dalam
keadaan shalat….”
Akhlak lainnya adalah berdo’a kepada Allah untuk menunjukkan
keberadaan dirinya sebagai hamba,… sekaligus menunjukan kefakiran,
kehinaan, kekhusyukan, ketundukan dan sikap tawadhu kepadaNya. Hal itu
dilakukan karena keberadaan asma-asma Allah yang selaras dengan sifat
tersebut. Tidak ada yang mengetahui rahasia dari asma-asma Tuhan
tersebut kecuali orang yang bertingkah laku dengan sifat-sifat yang
mencerminkan asma itu.
Seorang salik juga melihat pada aibnya, sibuk dengan dirinya,
dan berusaha untuk tidak melihat aib orang. Ia selalu mempunyai
prasangka yang baik kepada mereka. Ia membiasakan lisannya mengucapkan
yang baik-baik, menjaga pandangan matanya agar tidak melihat kepada
sesuatu yang tidak selayaknya, mempercepat langkah ketika berjalan,
berusaha diam kecuali dalam kebaikan, melakukan amar maruf nahyi munkar
kepada para penguasa yang mempunyai perasaan takut dan diharapkan bisa
berubah,
Senantiasa berlapang dada kepada semua makhluk, mendo’akan kaum
muslimin, melayani orang-orang fakir, serta mengasihi dan menyayangi
semua hamba Allah, baik manusia maupun yang lainnya.
Dikisahkan bahwa ada seorang penguasa yang sangat lalim,….
suatu hari ia menaiki tunggangannya dan kemudian melihat seekor
anjing yang kepayahan. Udara pada hari tersebut sangat dingin. Ia pun
segera memerintahkan para pembantunya agar anjing itu dibawa ke rumah.
Ia sangat mengasihi anjing tersebut dan berbuat baik kepadanya. Ketika
malam tiba, ia bermimpi ada suara yang berkata padanya,…“Engkau tadinya
seperti anjing,.. maka kami berikan engkau pada seekor anjing.”
Sifat salik lainnya adalah senantiasa menyebarkan kebaikan
manusia. Ia tutupi aib mereka, kecuali ahli bid’ah agar orang-orang
mengetahui dan berhati-hati kepadanya.
Seorang salik juga selalu memandang dengan wajah yang
menyiratkan penghormatan. Ia tidak pernah menganggap dirinya lebih baik
dari orang lain, tidak merasa berjasa dan tidak meminjamkan –tapi
memberi.
Kalaupun orang yang membutuhkan kemudian meminta sesuatu
kepadanya, ia segera memberinya tanpa rasa pamrih. Namun, jika orang
tadi mengembalikannya, ia meminta secara halus kepadanya agar tak usah
dikembalikan. Kalau toh orang tadi menolak dan memaksa untuk
mengembalikannya, maka ia mengambilnya, tapi untuk diserahkan kepada
orang lain yang juga membutuhkannya.
Seorang salik takkan mengambil kembali apa yang sudah keluar
darinya. Jika suatu ketika barangnya terjatuh dijalan, entah itu berupa
pakaian atau uang, meskipun jumlahnya sekitar seribu dinar, sementara ia
sudah berjalan jauh, ia takkan kembali untuk mencarinya dan tidak pula
mengumumkannya. Jika ternyata pada kondisi tersebut jiwanya goncang,
berarti padanya terdapat penyakit yang tersisa dan dunia masih mendekam
dalam qalb-nya. Hendaknya ia lekas mengobati penyakitnya itu. Hanya
saja, kalau barang yang hilang tadi kembali tanpa di cari, maka terserah
ia. Ia bisa menyimpannya atau mengeluarkannya.
Selanjutnya, sifat seorang salik yang lain adalah
mendahulukan kaum fakir daripada orang kaya serta mengutamakan mereka
yang cenderung pada akhirat ketimbang hamba dunia. Seorang salik
tidaklah harus menjadi miskin. Tetapi, ada yang miskin dan ada pula yang
kaya.
Seorang salik juga senang melakukan amal ketaatan, baik dalam
kesendirian maupun dalam keramaian. Ia selalu berusaha agar jiwanya dan
lintasan pikirannya bersama Allah dalam menerima limpahan karunia. Ia
senantiasa ridha kepada Allah dalam semua kondisi. Segala puji bagiNya
dalam setiap keadaan.
Kalau ia bisa mengubah kebiasaan yang lazim dilakukan oleh
manusia dan dirinya, maka akan Allah berikan untuknya sesuatu yang luar
biasa sebagai imbalan yang setimpal. Itulah yang oleh masyarakat awam
disebut dengan karamah. Adapun bagi kalangan khusus, karamah adalah
pertolongan Tuhan berupa taufiq dan kekuatan hingga ia bisa mengubah
kebiasaan mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar