Untuk melaksanakan dzikir didalam thoriqoh ada tata krama yang harus
diperhatikan, yakni adab berdzikir. Semua bentuk ibadah bila tidak
menggunakan tata krama atau adab, maka akan sedikit
sekali faedahnya.
Dalam kitab Al Mafakhir Al-’Aliyah fil Ma-atsir Asy-Syadzaliyah
disebutkan pada pasal Adabuddz-Dzikr, sebagaiman dituturkan oleh
Asy-Sya’roni bahwa adab berdzikir itu banyak tetapi dapat dikelompokkan
menjadi 20 (dua puluh), yang terbagi menjadi tiga bagian; 5 (lima)adab
dilakukan sebelum bedzikir, 12 (dua belas)adab dilakukan pada saat
berdzikir, 2(dua) adab dilakukan seelah selesai berdzikir.
Adapun 5 (lima ) adab yang harus diperhatikan sebelum berdzikir adalah;
1… Mandi dan atau wudlu.
2… Taubat, yang hakekatnya adalah meninggalkan semua perkara yang
tidak berfaedah bagi dirinya, baik yang berupa ucapan, perbuatan, atau
keinginan.
3… Diam dan tenang. Hal ini dilakukan agar di dalam dzikir nanti dia
dapat memperoleh shidq, artinya hatinya dapat terpusat pada bacaan Allah
yang kemudian dibarengi dengan lisannya yang mengucapkan Lailaaha
illallah.
4… Menyaksikan/terhubung dengan hatinya ketika sedang melaksanakan dzikir terhadap himmah syaikh atau guru mursyidnya.
5… Meyakini bahwa dzikir thoriqoh yang didapat dari syaikhnya adalah
dzikir yang didapat dari Rasulullah SAW, karena syaikhnya adalah naib
(pengganti ) dari Beliau.
Sedangkan 12 (dua belas) adab yang harus diperhatikan pada saat melakukan dzikir adalah;
1… Duduk di tempat yang suci seperti duduknya didalam shalat..
2… Meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya
3… Mengharumkan tempatnya untuk berdzikir dengan bau wewangian, demikian pula dengan pakaian di badannya.
4… Memakai pakaian yang halal dan suci.
5… Memilih tempat yang gelap dan sepi jika memungkinkan.
6… Memejamkan kedua mata, karena hal itu akan dapat menutup jalan indra
dhohir, karena dengan tertutupnya indra dhohir akan menjadi penyebab
terbukanya indra hati / bathin.
7… Membayangkan pribadi guru mursyidnya diantara kedua matanya. Dan ini
menurut ulama thoriqoh merupakan adab yang sangat penting
8… Jujur dalam berdzikir. Artinya hendaknya seseorang yang berdzikir
itu dapat memiliki perasaan yang sama, baik dalam keadaan sepi (sendiri)
atau ramai (banyak orang).
9… Ikhlas, yaitu membersihkan amal dari segala ketercampuran. Dengan
kejujuran serta keikhlasan seseorang yang berdzikir akan sampai derajat
Ash-Shidiqiyah dengan syarat dia mau mengungkapkan segala yang terbesit
di dalam hatinya (berupa kebaikan dan keburukan ) kepada syaikhnya.Jika
dia tidak mau mengungkapkan hal itu, berarti dia berkhianat dan akan
terhalang dari fath (keterbukaan bathiniyah).
10.. Memilih shighot dzikir bacaan La ilaaha illallah, karena bacaan
ini memiliki keistimewaan yang tidak didapati pada bacaan-bacaan dzikir
syar’i lainnya.
11.. Menghadirkan makna dzikir didalam hatinya.
12.. Mengosongkan hati dari segala apapun selain Allah dengan La ilaaha
illallah, agar pengaruh kata “illallah” terhujam didalam hati dan
menjalar ke seluruh anggota tubuh.
Dan 3 (tiga) adab setelah berdzikir adalah;
1… Bersikap tenang ketika telah diam (dari dzikirnya), khusyu’ dan
menghadirkan hatinya untuk menunggu waridudz-dzkir. Para ulama thoriqoh
berkata bahwa bisa jadi waridudz-dzikr datang dan sejenak memakmurkan
hati itu pengaruhnya lebih besar dari pada apa yang dihasilkan oleh
riyadloh dan mujahadah tiga puluh tahun.
2… Mengulang-ulang pernapasannya berkali-kali. Karena hal ini
(menurut ulama thoriqoh) lebih cepat menyinarkan bashiroh, menyingkapkan
hijab-hijab dan memutus bisikan-bisikan hawa nafsu dan syetan.
3… Menahan minum air. Karena dzikir dapat menimbulkan hararah (rasa
hangat di hati orang yang melakukannya, yang disebabkan oleh syauq dan
tahyij (rasa rindu dan gairah) kepada Al-Madzkur/ Allah SWT yang
merupakan tujuan utama dari dzikir, sedang meminum air setelah berdzikir
akan memadamkan rasa tersebut.
4… Para guru mursyid berkata:”Orang yang berdzikir hendaknya
memperhatikan tiga tata krama ini, karena natijah (hasil) dzikirnya
hanya akan muncul dengan hal tersebut.”Wallahu a’lam.
Keterangan
1… Himmah para syaikh /guru mursyid adalah keinginan para beliau agar semua muridnya bisa wushul kepada Allah SWT.
2… Sikap duduk pada waktu melakukan dzikir ada perbedaan antara
aliran thoriqoh yang satu dengan yang lainnya, bahkan antara satu
mursyid dengan yang lainnya dalam satu aliran.Ada yang menggunakan cara
duduk seperti duduk di dalam shalat (tawarruk atau iftirasy), ada yang
tawarruk di balik artinya kaki kanan yang di masukkan di bawah lutut
kaki kiri, ada yang dengan muroba’ (bersila) dan ada yang dengan cara
seperti saat di bai’at oleh mursyidnya. Oleh karena ittu maka sikap
duduk didalam berdzikir bisa dilakukan sesuai dengan petunjuk guru
musyidnya masing- masing.
3… Membayangkan pribadi syaikhnya seakan berada di hadapannya pada
saat melakukan dzikir, yang lazim di sebut “rabithah” atau “tashawwur”
bagi seorang murid thoriqoh. Hal tersebut lebih berfaidah dan lebih
mengena dari pada dzikirnya itu.Karena syaikh adalah washilah /perantara
untuk wushul kehadirat sang maha haq ‘azza wa jalla bagi si murid, dan
setiap kali bertambah wajah kesesuaian bayangannya bersama syaikhnya
maka bertambah pula anugerah- anugerah dalam batiniyahnya, dan dalam
waktu dekat akan sampailah dia pada apa yang dicarinya (Allah). Dan
lazimnya bagi seorang murid untuk fana’/ lebur lebih dahulu dalam
pribadi syaikhnya, kemudian setelah itu ia akan sampai pada fana’/ lebur
pada Allah Swt.Wallahu a’lam.
4… Yang dimaksud dengan waridudz dzikir segala sesuatu yang datang
atau muncul didalam hati berupa makna-makna atau pengertian-pengertian
setelah berdzikir yang bukan dikarenakan oleh usaha kerasnya si pelaku
dzikir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar