Minggu

Menyerap Cahaya Allah


Sudah sekian lama kami tidak meng-update Disirna Raga . Secara lahiriyah memang kami sedikit sibuk, tapi secara rohaniyah lebih sibuk lagi. Sejak malam Isro’ Mi’roj kemarin, kami belum bisa menentukan sikap akan kelanjutan bahasan-bahasan didalam Sirna Raga


Pada malam Isro’ Mi’roj kemarin, ada peristiwa yang mencengangkan bagi kami. Guru kami menghendaki  hujan yang sangat deras, ditambah petir menyambar nyambar. Bukan hanya tidak menolak, tapi memang beliau sangat berharap hal tersebut terjadi. Semua yang hadir kocar-kacir, kebigungan. Ada yang pingsan, ada yang shock. Kami para kru acara hanya bisa pasrah. Semisal jika saja petir menyambar antena pemancar radio/TV kami… kerugian materi bisa ratusan juta. Sound system, multimedia, semua terhubung secara langsung. Dan kami bagian dari tim ini. 
Mengapa beliau menghendaki demikian? Dalam pengajian disampaikan, bahwa beliau akan menyampaikan sesuatu yang belum pernah beliau sampaikan sebelumnya. Yaitu bahasan tentang Isro’ Mi’roj versi Tassawuf. Lalu seberapa khususkah? Menurut kami sih biasa saja, karena bahasan tersebut sudah pernah kami ulas di website ini. Tentu saja biasa, bukankah waktu itu pengajian umum?
Sementara ini kami masih mendalami hal tersebut. Pertanyaannya? Mengapa hanya akan menyampaikan hal seperti itu saja, harus melalui peristiwa yang sangat mengkhawatirkan kami semua. Nah, bukankah di SIRNA RAGA masih jauh lebih mendalam bahasannya.
Secara kebetulan lagi, dalam beberapa bulan terkahir kami (khususnya Si GPA) secara intensif mendapat pelajaran khusus  dari guru kami. Yang mana pelajaran itu sudah pasti tidak mungkin diikuti oleh murid lain. Sebab itulah, makanya kami  akan berkonsultasi dulu dengan beliau-beliau pembimbing rohani kami, tentang lanjutan konsep SIRNA RAGA
Sebagai selingan dalam menyambut bulan romadhon, di sini akan kami sampaikan sedikit amalan, dengan harapan pada pembaca SIRNA RAGA bisa menangkap cahaya nurullloh di bulan Romadhon. Semoga Alloh swt menolong kita.
Bila kita banyak mengamalkan amal-amal Sholeh berarti Ruhani kita, Fikiran kita, Jasmani kita itu  MENYERAP  CAHAYA  NUURULLOH sebanyak-banyaknya, menghisap Cahaya Nuurulloh, menangkap Cahaya Nuurulloh sebanyak-banyaknya.  Dan Nuurulloh yang kita tangkap itu nanti diakhirat akan bisa tampak/terlihat jelas, kita bisa menyaksikannya. Sedangkan kalau di alam dunia, yang bisa tampak/melihat Nuurulloh hanya orang-orang          (DZAWIL  BASHOOIR), orang awam tidak bisa.       
Bagi orang yang selama hidupnya mau mencerap cahaya Nuurulloh sebanyak-banyaknya, maka diakhirat ketika berjalan tidak perlu memakai obor atau lampu, karena dari dirinya sendiri muncul cahaya, menyinar cahaya.       
Ini tersebut dalam Hadits Nabi :
QOOLA  ROSUULULLOOHI  SHOLLALLOOHU  ‘ALAIHI  WASALLAM  :  YAUMA  TAROL  MU’MINIINA  WAL  MU’MINAATI  YAS’AA  NUURUHUM  BAINA  AIDIIHIM  WA  AIMAANIHIM.
Artinya :  Bersabda Rosululloh SAW., :  “Pada hari orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan melihat cahaya berjalan dari antara depannya dan antara kanannya”. 
Jadi didepannya itu terang disinari cahaya yang berjalan, dikanannya juga diterangi cahaya yang berjalan.  Cahaya tersebut muncul dari Ruhaninya, Fikirannya yang ketika di dunia itu menyerap Nuurulloh atau Nuuron Mubiinaa lewat amal-amal Sholeh.
Oleh sebab itu bila kita diakhirat tidak membawa cahaya maka walaupun diakhirat “semoga padang kubure”, ya percuma saja, wong tidak membawa cahaya tetap gelap-gulita.
Sedangkan amal jelek itu juga cahaya tapi cahayanya gelap-gulita, hitam kelam, cahayanya hitam melebihi hitamnya orang.  Di dalam Al-Qur’an disebutkan  :
WAYAUMAL  QIYAAMATI  TAROL  LADZIINA  KADZDZABUU  ALALLOOHI  WUJUHUHUM  MUSWADDAN.  (Q.S.  Az-Zumar).
Artinya :  “Pada hari qiyamat kamu melihat orang-orang yang dusta akan Alloh itu wajahnya sangat hitam sekali”. 
(MUSWADDAN), itu cahaya hitam yang berasal dari amal jelek.
  • Sinarnya Takabbur itu hitam.
  • Sinarnya Hasud itu hitam.
  • Sinarnya Thoma’ itu hitam.
  • Sinarnya Hirshun itu hitam.
  • Sinarnya Riyaa’ itu hitam.
Semuanya itu hitam. Semua amal jelek itu cahayanya hitam kelam dan itu nanti diakhirat akan menjadikan gelap-gulita sehingga grayah-grayah.  Jadi manusia itu tidak bisa Padang Kubure kalau dia sendiri tidak membawa lampu. Lampunya itu ada didalam Hatinya Sendiri.
Menurut Ilmu Metafisik Islam, tiap-tiap wirid itu ada cahayanya sendiri-sendiri.  Ayat Kursi punya cahaya sendiri. Subhanalloh cahayanya sendiri, surat Ikhlas cahayanya sendiri. Cahaya tersebut bisa dilihat dalam air yang ditutup dengan Kain Sutra. Umpamanya ada beberapa gelas berjejer dan diisi air, gelas yang satu dibacai Subhanalloh, gelas satunya lagi dibacai surat ini, gelas lainnya dibacai wirid ini, beberapa hari ditutup dengan kain sutra, maka dalam beberapa hari dibuka akan kelihatan cahayanya.
  • Ada yang bercahaya Hijau.
  • Ada yang bercahaya Kuning.
  • Ada yang bercahaya Putih.
  • Ada cahayanya sendiri-sendiri. 
Makanya kalau bukan Ahli Dzawil Bashooir itu tidak tahu/tidak bisa melihatnya.  Kalau di dunia, walaupun kita tidak bisa melihat cahaya tersebut, tapi adanya cahaya itu bisa kita rasakan. Bagaimana bisa?. Begini, umpama ada satu kaum atau satu kota, dan diantara satu kaum itu ada seorang ulama’ besar, disebut ulama’ besar karena dirinya itu penuh cahaya, penuh Nurulloh.
Apabila suatu kaum atau suatu tempat itu ditunggui atau dihuni seorang ulama’ besar, maka terasa bahwa disekitarnya itu bercahaya. Dan kalau ulama’nya itu wafat maka terasa disekitarnya itu redup, gelap, tidak terasa sinarnya. Terasa redup karena cahayanya dibawa orang tersebut masuk barzah.       
Jadi adanya Nuur (Cahaya) itu dapat kita rasakan. Cuma banyak orang yang tidak tahu perasaan yang seperti itu apa, itu sebenarnya adalah sinar Nuuron Mubiinaa. Sebagaimana yang disebut dalam Al-Qur’an :
WA  ANZALNAA  ILAIKUM  NUURON  MUBIINAA
Artinya :  “Dan Kami menurunkan kepadamu semua cahaya yang jelas”. 
Inilah amalannya do’anya. Do’a ini umum, bisa di googling. Hanya saja cobalah untuk mengamalkan secara khusus di bulan Romadhon ini. Terutama di waktu malam menjelang fajar… detail amalan tidak perlu kami sampaikan.
‘ALLAHUMMAJ’AL FI QALBI NUURON
WA FI BASHARI NUURON
WA FI SAM’I NUURON
WA ‘AN YAMINI NUURON
WA ‘AN YASARI NUURON
WA MIN FAUQI NUURON
WA MIN TAHTI NUURON
WA MIN AMAMI NUURON
WA MIN KHALFI NUURON
WA A’ZHIM LI NUURON 
(Ya Allah, jadikanlah cahaya di dalam hatiku, cahaya di dalam pendengaranku, cahaya di penglihatanku, cahaya di sebelah kananku, cahaya di sebelah kiriku, cahaya di hadapanku, cahaya di belakangku, cahaya di atasku, cahaya di bawahku dan muliakanlah cahaya bagiku)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar