Jumat

Hakekat Iman

hakekat Iman itu ialah :   
(QOBUULIR RUUH)
Yakni : Menerimanya Ruh akan Tauhid Rubuubiyyah.

Kalau dalam ilmu kalam diistilahkan :
HADIITSUN NAFSI TABII`UN LIL MA`RIFATI.
Artinya : ” Iman itu adalah : Omongannya nafsi atau percayanya nafsi, tapi nafsi itu percaya setelah mengetahui (ma`rifat) “.
Jadi mengetaui dahulu, setelah tahu kemudian percaya.
Ada yang percaya dulu tetapi tidak mengetahui, ini namanya taqlid.
Seumpama ditanya :
Kamu percaya akan adanya cangkir ? “.
Dijawab : ” Ya, saya percaya “.
Lalu ditanya lagi :
Apakah kamu sudah tahu akan cangkir ? “.
Dijawab : ” Belum tahu “.
Maka kepercayaan yang seperti ini adalah taqlid, yakni: Percaya akan adanya sesuatu tetapi tidak mengetahui sendiri, namun hanya katanya-katanya saja.
Dan ada lagi orang itu yang percaya akan sesuatu setelah mengetahui terlebih dahulu.
Seumpama ditanya : ” Kamu tahu cangkir ? “.
Dijawab : ” Ya, saya tahu cangkir “.
Ditanya lagi :
Apakah kamu percaya akan adanya cangkir itu ? “.
Dijawab : ” Ya, saya percaya “.
Maka kepercayaan karena telah mengetahuinya ini disebut: Iman Ma`rifat.
Jadi iman itu ada dua macam :
1. Ada Iman Ma`rifat.
2. Ada Iman Taqlid.

Seandainya ada orang ditanya :
A : ” Kamu percaya Alloh ? “.
B : ” Percaya “.
A : ” Yaqin ? “.
B : ” Yaqin, bahkan `ainul yaqin, haqqul yaqin “.
A : ” Berapa Alloh itu ? “.
B : ” Hanya satu “.
A : ” Ataukah mungkin ada dua ? “.
B : ”     Tidak !. Seandainya saya dipaksa agar berkata bahwa Alloh itu lebih dari satu, walaupun saya dipotong-potong seperti lombok, dirajang-rajang seperti kembang, pastilah aku tetap berkata bahwa Alloh itu hanyalah Satu, bukan dua.
Tuhan Alloh itu hanya satu til-til, tidak ada lainnya, kalau ada orang yang mengatakan bahwa ada Tuhan lainnya Alloh, itu adalah musyrik, itu najis :
INNAMAL MUSYRIKUUNA NAJASUN. (At Taubat).
Artinya : ” Sesungguhnya orang-orang musyrik itu adalah najis”.
A : ”     Sebentar…………, kamu kok sangat metiti seperti demikian bahkan sampai berani mati segala itu lho, apakah kamu sudah tahu Gusti Alloh ? “.
B : ” Sudah “.
A : ” Bagaimana “.
B : ” Gemuk “.
Kalau jawabannya seperti ini, ya percuma saja ngotot seperti itu, hanya ngototi sesuatu yang salah.
 Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad S.A.W. bersabda :
QOOLA ROSUULULLOOHI SHOLLALLOOHU `ALAIHI WASALLAM : LAA IIMAANA LIMAN LAA AMAANATA LAHU.
Artinya : Bersabda Rosululloh SAW : “Tidak ada iman bagi orang yang tidak melaksanakan amanat”.
Jadi hakekatnya amanat yang sampai jagad tidak sanggup menerimanya adalah Tauhid Rubuubiyyah.
Dan sebelum seluruh manusia turun  ke dunia, didalam NAFS-nya sudah tertanam Tauhid Rubuubiyyah yang langsung berhadapan langsung kepada Alloh, tidak memakai perantaraan Nabi, tidak memakai dalil Alqur-an, dan juga tidak memakai dalil alam, tapi langsung.
Disinilah sumbernya Ladunii, inilah sumbenya segala sumber.
Lupakah kita ?
Ya kita lupa, karena di dunia kita terlalu sibuk.

Pertama pertanyaannnya ialah :          (ALASTU).
Kemudian jawabannya ialah  :           (BALAA).
Setelah itu :                 (SYAHIDNAA).
(SYAHIDNAA) ini ma`rifat, oleh sebab itulah didalam syahadat itu bunyinya adalah :
(ASYHADU) : ” Ingsun menyaksikan “.
(AN) : ” Sesungguhnya ” ( Ingsun menyaksikan itu tidak bohong-bohongan, tapi benar-benar).
(LAA ILAAHA)  : ” Tidak ada Tuhan “.
(ILLALLOH) : ” Lainnya Alloh “.
Ini adalah kalimat syahadat / kalimat tauhid, dan kalimat syahadat itu semestinya timbul dari ilmu tauhid.
Jadi kalimat tauhid itu timbul dari ilmu tauhid, dan ilmu tauhid adalah timbul dari hakekat tauhid.
Ada kalimat tauhid, ada ilmu tauhid, dan ada hakekat tauhid.
Jadi jangan dikira orang yang banyak membaca LAA ILAHA ILALLOH itu adalah sudah ahli tauhid, tidak, karena yang dibaca itu hanyalah kalimat tauhid, yang kalimat tauhid itu timbul dari ilmu tauhid, dan ilmu tauhid timbul dari hakekat tauhid.
Dan kalimat itu sendiri ada bermacam-macam ;
  • Kalau kalimat itu disusun dengan ucapan, maka namanya adalah kalimatul `ibarot.
  • Kalau kalimat itu tidak disusun dengan ucapan tapi tersusun dari tulisan-tulisan, namanya adalah kalimatul maktabat.
  • Bila kalimat itu tersusun dengan gerakan maka namanya kalimatul isyarah.
  • Apabila kalimat itu disusun di hati saja, tidak disusun dengan suara atau tulisan atau isyarah, namanya kalimatun nafsi.
Jadi ada kalimatul `ibarat, ada kalimatul isyarah, ada kalimatun nafsi, dan ada kalimatul hakikat.
jadi di dalam hati tetap ada iman, tapi lesan manusia mengingkari..

DIDALAM HATI TETAP ADA IMAN TAPI LESAN BERDUSTA
Jadi hakekatnya iman adalah amanat, haqiqotul iman adalah ma’rifat :
HADIITSUR NAFSI TABII`UL LIL MA`RIFATI.
  Penerimaannya nafsi akan satunya Alloh setelah Nafsi itu mengetahui langsung akan Alloh “.
Lalu apakah haqiqotul iman yang dibawa di alam alastu birobbikum tersebut masih tetap ada ketika manusia sedang didalam rahim sang ibu ?
Haqiqotul iman itu tidak akan berubah untuk selama-lamanya dan tidak akan keluar dari nafs manusia, tapi langgeng selanggeng Nafs, itulah sebabnya sehingga dalam ayat Alqur-an diterangkan :
WALA-IN SA-ALTAHUM MAN KHOLAQOS SAMAAWAATI WAL ARDLO WASAKHKHOROSY SYAMSA WAL QOMARO LAYAQUULUNNALLOOHU. ( Q.S. Al `Ankabuut / Ayat 61 ).
Artinya : ”      Dan seandainya kamu (Muhammad) bertanya kepada orang-orang kafirin dan musyrikin : “Siapakah yang telah mencip-takan tujuh langit dan tujuh bumi dan siapakah yang telah menundukkan matahari dan bulan ? “.
Maka pastilah mereka menjawab : ” Yang menciptakan tujuh langit dan tujuh bumi serta yang menundukkan matahari dan bulan adalah Alloh “.
Karena yang dimaksud dalam ayat diatas itu tidak bertanya kepada lisannya sebab lisan itu mencla-mencle, tapi bila kamu bertanya kepada hatinya dengan pertanyaan :
Siapakah yang menciptakan langit dan bumi ? “.
Mesti jawabannya Hati adalah :
LAYAQUULUNNALLOOHU.
(Yang menciptakan langit dan bumi adalah Alloh)
Jadi yang dituju dalam ayat  (WALA-IN SA-ALTAHUM) itu adalah hatinya, bukan lesannya orang-orang kafir, sebab lesannya orang-orang kafir itu hanyalah berdusta yakni lesannya menyatakan tidak percaya kepada Alloh (ini hanya dusta lesannya saja), tapi sebetulnya Nafs mereka tetaplah mengakui percaya kepada Alloh, makanya dalam Alqur-an banyak disebutkan :
INNALLADZIINA KAFARUU WAKADZDZABUU.
Artinya : “Sesungguhnya orang-orang kafir dan orang-orang yang berdusta “.
Mengapakah lesannya orang kafir itu mendustakan Alloh ?, padahal hatinya tidak.
Karena sebagian dari orang-orang kafir itu memakai alasan bahwa oleh karena tidak pernah bertemu dengan Tuhan maka berarti Tuhan itu tidak ada.
Perlu diketahui ; bahwasannya tidak bertemu itu berbeda dengan tidak ada.
Misalnya :
Ada suatu barang, lalu kita mencari barang tersebut, tapi dalam pencarian itu kita tidak menemukannya, maka bukan berarti barang yang belum ditemukan itu tidak ada, sebab kalau toh tidak ada lalu kenapa kita mencarinya ?
Sebenarnya ada tapi tidak ketemu.
Jadi orang kafir itu hanya berdusta saja.

TIDAK ADA YANG MAMPU MENIMBULKAN IMAN 
 Apakah haqiqotul imannya orang kafir itu hilang ?
Tidak hilang, tidak akan hilang, kanjeng Nabi dawuh :
QOOLA ROSUULULLOOHI SHOLLALLOOHU `ALAIHI WASALLAM : KULLU MAULUUDIN YUULADU `ALAL FITHROH.
Artinya : Bersabda Rosululloh S.A.W : ” Tiap-tiap anak yang lahir itu mesti lahir membawa Fithrotul Iman “.
Jadi hakekat iman itu sudah pembawaan. Iman itu bukan timbul dari ajaran seorang guru, Bukan timbul dari dalil Alqur-an, Bukan timbul dari dalil alam.
Sebab iman itu memang sudah pembawaan ANFUS dari alam Arwah sebelum NAFS memakai jasmani, oleh sebab itu begitu lahir langsung membawa Fithrotul iman :
Sedemikian dalamnya masalah iman ini sampai Alloh berfirman dalam surat Al An`am :
WALAU ANNANAA NAZZALNAA ILAIHIMUL MALAAIKATA WAKALLAMAHUMUL MAUTAA WAHASYARNAA `ALAIHIM KULLA SYAI-IN QUBULAN MAA KAANUU LIYU`MINUU (Al An`am / 111).
Artinya : ” Dan seandainya Kami turunkan kepada mereka seluruh malaikat tujuh langit, dan seandainya seluruh orang-orang mati (semua orang mati mulai dari Nabi Adam dibangkitkan hidup lagi) untuk bercakap-cakap dengan mereka, dan seandainya Kami himpunkan kepada mereka tiap-tiap sesuatu dengan berhadapan, niscaya tiadalah mereka akan beriman “.
Jadi marilah kita renungkan :
Seluruh apa yang ada di jagad ini tidak ada yang mampu membawa amanat Alloh.
Yang pertama ditawari adalah langit, lalu bumi, kemudian gunung, semuanya tidak sanggup menerima tawaran itu.
Maka manusia yang tidak ikut ditawari amanat tersebut menyatakan mampu.
Dan setelah Nafs memakai jasmani, maka manusia jadi lupa akan tauhid rububiyyah karena selama beberapa tahun tertutup, tutupnya pun berlapis-lapis.
Oleh sebab itulah maka Alloh memerintahkan Rosul ke dunia ini untuk mengingatkan saja supaya manusia itu tidak jatuh pada musyrik, supaya sesuai dengan tauhidnya.  Jadi Rosul bukan untuk meng-imankan seseorang, tapi hanya mengingatkan saja…

ROSUL DIUTUS BUKAN UNTUK MENGIMANKAN MANUSIA
Karena di dalam hati manusia pasti ada iman, maka Rosul diutus ke dunia ini bukanlah untuk mengimankan manusia kepada Alloh Ta’ala karena hal itu merupakan pekerjaan yang tahsilul hasil, pekerjaan yang sia-sia, karena didalam JIWA semua manusia itu telah iman, hanya saja manusia itu menyeleweng atau lupa.
Perhatikan Ayat berikut :
AFALAA YANDHURUUNA ILAL IBILI KAIFA KHULIQOT.
WA-ILAS SAMAA-I KAIFA RUFI`AT .
WA-ILAL JIBAALI KAIFA NUSHIBAT.
WA-ILAL ARDLI KAIFA SUTHIHAT.
FADZAKKIR INNAMAA ANATA MUDZAKKIR.
( Al Ghoosyiyah / 17 – 21 ).
Artinya : ” Apakah kamu tidak melihat kepada unta, betapakah unta itu dijadikan ?. Dan apakah kamu tidak melihat kepada langit, betapakah langit  itu ditinggikan ?. Dan apakah kamu tidak melihat kepada bukit-bukit, betapakah bukit-bukit itu ditegakkan ?. Dan apakah kamu tidak melihat kepada bumi, betapakah bumi itu dihamparkan ?. Maka berilah peringatan, sesungguhnya engkau adalah orang yang memberi peringatan “.
Cobalah diangan-angan :
Setelah menyebut unta kok menyebut langit, gunung, dan bumi?
Sedangkan didalam surat Ahzab / ayat 72 diterangkan ; bahwa amanat Alloh itu ditawarkan kepada langit, bumi, dan gunung, lalu siapakah untanya ?
Untanya yang di padang pasir adalah saya dan kita semua yang glinuk-glinuk ini (manusia).
Kemudian ayat tersebut diakhiri dengan :
FADZAKKIR INNAMAA ANTA MUDZAKKIR.
Maka berilah peringatan, sesungguhnya engkau adalah orang yang memberi peringatan “.
Jadi kanjeng Nabi itu hanyalah mengingatkan.
Mengapakah diingatkan ?
Adanya diingatkan, karena manusia itu membawanya tetapi lupa atau tidak tahu akan apa yang dibawa, seperti binatang unta. Dan yang membuat manusia lupa itu banyak sekali sebabnya.

KENDARAANNYA JIWA  SELAMA  MENGEMBARA DI DUNIA 
NAFS manusia memang ditugaskan oleh Alloh untuk mengembara di dunia atau menjadi musafir di dunia.
Jadi ANFUS itu bukan penduduk asli dunia, NAFS itu penduduk sana, adapun perlunya kesini adalah untuk mengembara.
Dan berhubung dunia ini adalah materi maka sebelum Nafs turun ke dunia, maka disiapkanlah kendaraannya dulu yaitu Alloh menciptakan yang namanya badan/jisim/jasad.
Didalam surat Al A`rof / ayat 148 disebut jasad :
MIN HULIYYIHIM `IJLAN JASADAN LAHU KHUWAARUN. (Al A`rof / ayat 148).
Artinya : ” Dari perhiasan emas-emas dijadikan anak sapi yang berjasad, dan anak sapi itu memiliki suara “.
Ayat ini ada hubungannya dengan peristiwa yang dialami oleh Nabi Musa ketika munajat di gunung Thursina` selama 40 hari akan menerima Kitab Taurot.
Ketika ditinggal munajat itulah maka salah seorang kaumnya Nabi Musa yang bernama Samiri mengumpulkan perhiasan orang banyak, diantaranya berupa kalung, gelang, dsb, lalu emas tersebut dibentuk menjadi seekor anak sapi, kemudian anak sapi itu disihir sehingga bisa bersuara. Selanjutnya kaumnya Nabi Musa disuruh oleh Samiri untuk menyembah seekor anak sapi tersebut, akhirnya semua kembali musyrik lagi.
Didalam surat Yunus / ayat 92 disebut badan :
FAL YAUMA NUNAJJIIKA BIBADANIKA LITAKUUNA LIMAN KHOLFAKA AAYATAN (Yunus / ayat 92).
Artinya : ” Pada hari ini Kami selamatkan badan engkau (badannya Fir`aun diselamatkan oleh Alloh dari kerusakan), supaya menjadi ayat/tanda bagi orang yang kemudian “.
Jadi badannya Fir`aun sampai sekarang ini masih utuh yakni sekarang dimasukkan kaca di museum Mesir, dimaksudkan agar menjadi ayat atau pelajaran bagi manusia bahwa Fir`aun itu adalah seorang raja kaya yang ma`shiyat kepada Alloh Ta`ala. 
Dalam Surat Al Baqoroh / ayat 247 disebut jisim :
BASTHOTAN FIL `ILMI WAL JISM (Al Baqoroh / ayat 247).
Artinya : ” Ilmu yang luas dan jisim yang kuat “.
Mengapa disebut jisim ?
Jisim itu berarti : susunan.
Semua wujud yang tersusun dari beberapa unsur dinamakan jisim.
QOOLA ROSUULULLOOHI SHOLLALLOOHU `ALAIHI WASALLAM : KHOLAQOLLOOHUL INSAANA MIN ARBA`ATI ASY-YAA-A, MINAL MAA-I WATTUROOBI WANNAARI WARRIIHI.  (Al Hadits).
Kitab Arrohmatuth Thiibi wal Hikmah.
Artinya : Bersabda Rosululloh S.A.W : ” Alloh Ta`ala telah membuat jisimnya manusia itu dari empat perkara, dari air, dari tanah, dari api, dan dari angin “.
Jadi jasmaninya manusia itu disusun dari empat unsur :
  1. Air, mengandung basah :   (ruthoobun).
  2. Tanah/bumi, mengandung kering : (yabisun).
  3. Api, yang  mengandung daya panas : (haarun).
  4. Angin, mengandung dingin : (bardun).
Jadi didalam jasmani manusia itu terkumpulnya api, angin, air, bumi, atau kumpulnya tabi`at panas, dingin, basah, kering.
  • Kadang ada yang kebanyakan apinya sehingga mudah marah.
  • Ada yang kadang lebih banyak anginnya dari pada apinya.
  • Kadang ada yang lebih banyak daya buminya dari pada lainnya.
  • Dan terkadang lebih banyak unsur airnya.
Inilah yang menimbulkan macam-macam tabi`atnya manusia.
Kemudian inti sari dari empat unsur itu diproses oleh Alloh Ta`ala menjadi  (sulaalah) :
WALAQOD KHOLAQNAL INSAANA MIN SULAALATIN MIN THIIN. (Al Mu`minuun).
Artinya : ” Dan sungguh telah Kami ciptakan manusia itu dari sulaalah dari ath thiin “.
Letaknya (sulaalah) itu di tempat yang namanya (ath-thiin).
Sulaalah yang ada di ath-thiin itu diproses menjadi nuthfah yang tempatnya itu antara shulbi wat tarooib :
YAKHRUJU MIN BAINIS SHULBI WAT TAROO-IB. (Ath Thooriq / ayat 7).
Artinya : Yang keluar dari antara Shulbi dan Taroo-ib “.
Setelah bertempat di antaranya lalu diproses oleh Alloh Ta`ala di  (AL ARHAAM) yang ada di alam kandungan, atau kadang-kadang dinamakan  (QOROORIN MAKIIN).
Selama sembilan bulan diproses didalam   (DHULUMAATIN TSALAATS) dan disitulah manusia itu digambar.
Ini sebagaimana diterangkan dalam ayat Alqur-an :
YAKHLUQUKUM FII BUTHUUNI UMMAHAATIKUM KHOLQON MIN BA`DI KHOLQIN FII DHULUMAATIN TSALAATSIN. (Az Zumar / 6).
Artinya : ”      Dia (Alloh) menciptakan kamu dalam perut ibumu, penciptaan demi penciptaan didalam tiga lapis kegelapan “.
HUWALLADZII YUSHOWWIRUKUM FIL ARHAAMI KAIFA YASYAA-U (Ali Imron / 6).
Artinya : ” Dialah Dzat yang menggambar kamu didalam Arham sebagaimana dikehendakiNya “. 
Sebelum manusia dilahirkan, ia diproses dulu selama 40 hari X 3.
Dan setelah diproses selama 40 hari X 3, lalu mulai turun Ruh yang ditiupkan dari Malaikat.
Keterangan ini disebutkan dalam sebuah hadits Nabi :
QOOLA ROSUULULLOOHI SHOLLALLOOHU `ALAIHI WASALLAM :
INNA AHADAKUM YUJMA`U KHOLQU FII BATHNI UMMI. ARBA`IINA YAUMAN NUTHFATAN, TSUMMA YAKUUNU `ALAQOTAN MITSLA DZAALIKA, TSUMMA YAKUUNU MUDLGHOTAN MITSLA DZAALIKA, TSUMMA YURSALU ILAIHIL MALAKU WAYANFUKHU FIIHIR RUUHU WAYU`MARU BI-ARBA`ATI KALIMAATIN
Artinya : Bersabda Rosululloh S.A.W : ” Sesungguhnya tiap-tiap salah seorang kamu itu dikumpulkan kejadiannya didalam perut ibu. Selama 40 hari kamu menjadi nuthfah, kemudian kamu menjadi `alaqoh selama 40 hari, lalu menjadi mudlghoh selama 40 hari, kemudian Alloh Ta`ala mengutus Malaikat maka Malaikat meniupkan Ruh didalamnya dan perintah menulis empat kalimat “.
Jadi setelah nuthfah ada didalam Arham selama 40 hari X 3 maka barulah ada Ruh dari Unsur Malaikat yakni Malaikat meniupkan Ruh pada jasmani itu tadi.
Tiupan dari Malaikat itu disebut : (JISMUN LATHIIFUN).
Tulisan di atas banyak keterangan yang tersamar tentang Mi’roj manusia, atau kalau di tempat lain disebut MIGRASI JIWA. Cobalah di baca lagi dan di angan-angan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar