Jumat

Allah Menawarkan Amanah

* Dalam Tulisan-tulisan yang akan datang,  seringkali istilah NAFS disamakan dengan RUH. Itu hanya untuk memudahkan pemahaman saja.  Sedangkan untuk detail NAFS dan RUH bisa di baca
pada tulisan sebelumnya.
***
Sebelum manusia muncul di permukaan bumi, manusia itu sudah ada.  Dimana ?
Di alam Arwah atau lebih tepatnya di Alam lautan Anfus.
Ketika jagad ini sudah lengkap diciptakan ; sudah ada langit, bumi, gunung, dsb, tetapi manusia belum ada di permukaan bumi ini, maka sebenarnya ketika itu manusia sudah ada  yakni di alam arwah, manusia masih belum memakai jasmani, belum pakai kulit,  hanya lautan Anfus.
Belum ada Rosul, belum ada Nabi, masih Ruh/Nafs, kedudukannya sama. (Kalau orang satu itu Ruh, tapi kalau orang banyak itu Arwah).
Maka disitulah Alloh Ta`ala dawuh kepada langit, dawuh kepada bumi, dawuh kepada seluruh gunung yang ada di dunia  ini.
Dawuh tersebut adalah sebagaimana yang tersebut dalam surat Ahzab / ayat 72 :
INNAA `ARODLNAL AMAANATA `ALAS SAMAAWAATI WAL ARDLI WAL JIBAALI FA-ABAINA AN YAHMILNAHAA WA-ASYFAQNA MINHAA WAHAMALAHAL INSAANU. INNAHUU KAANA DHOLUUMAN JAHUULAA. (Al Ahzab / ayat 72).
Artinya : ” Sesungguhnya Aku (Alloh) menawarkan amanat atas langit tujuh dan bumi dan gunung-gunung (tapi Ruh tidak ikut ditawari), maka langit dan bumi serta gunung-gunung enggan memikulnya dan takut menerima amanat tersebut, kemudian manusia sanggup membawa amanat itu. Sesunggguhnya manusia itu dholim dan bodoh “.
Satu ayat dalam surat Al Ahzab / ayat 72 ini marilah kita renung-renungkan bersama :
Dalam ayat ini menyebut empat makhluq ; yakni langit, bumi, gunung, dan manusia.
Adapun yang ditawari oleh Alloh Ta`ala untuk membawa amanat itu hanya tiga makhluq ; yaitu langit, bumi, dan gunung, sedangkan manusia tidak ikut ditawari.
Akan tetapi jangan ditanya memakai bahasa apakah Alloh menawarkan amanat kepada tiga makhluq itu ?
Tidak usah kita bertanya memakai bahasa apa karena ini adalah masalah hakekat.
Lho, kok tiga makhluq itu bisa ngomong ; langit bisa ngomong, bumi bisa ngomong, gunung juga bisa ngomong, apa iya ?
Alloh Ta`ala berfirman kepada langit : ” Hei langit, terimalah amanatKu “.
Alloh Ta`ala juga berfirman kepada bumi : ” Hei bumi, terimalah amanatKu ini “.
Begitu juga kepada semua gunung yang bertengger sebesar itu, Alloh berfirman : ” Hei gunung, terimalah amanatKu “.
Akan tetapi semua yang ditawari itu menjawab tidak sanggup membawa amanat tersebut karena begitu beratnya amanat yang ditawarkan.
Didalam ayat tersebut, manusia tidak termasuk yang ikut ditawari amanat, akan tetapi kemudian Ruh manusia angkat tangan dan menyatakan sanggup membawa amanat itu.
Artinya : ” Dan manusia sanggup membawa amanat itu “.
Akan tetapi lucunya, di akhir ayat ini, manusia yang sanggup membawa amanat itu justru disebut :
INNAHUU KAANA DHOLUUMAN JAHUULAA.
Artinya : ” Sesungguhnya manusia itu dholim dan bodoh”.
Lho mengapakah yang sanggup membawa amanat itu justru dikatakan dholuuman jahuulaa ? Mestinya malah dipuji.
Dan mengapakah langit, bumi, dan gunung yang tidak sanggup menerima amanat justru tidak disebut dholuuman jahuulaa ?
Bagaimanakah ini ?

APAKAH AMANAT YANG DITAWARKAN ITU ?
Kemudian timbul pertanyaan lagi : ” Apakah amanat yang ditawarkan oleh Alloh Ta`ala itu ? “.
Kalau kita membaca di buku-buku dan kitab-kitab tafsir, maka amanat Alloh tersebut ditafsirkan bermacam-macam.
Namanya saja kitab tafsir, yang dibahas juga banyak, seperti membahas : Kalau memang langit, bumi, dan gunung itu tidak sanggup membawa amanat, sedangkan manusia sanggup, lalu kuat manakah antara tiga makhluq tersebut dengan manusia ?  Bila manusia itu sanggup menerima amanat berarti manusia itu lebih kuat dari langit, bumi, dan gunung.
            ” Kalau memang kamu (manusia) sanggup menerima amanat maka terimalah amanatKu ini “.
Ini tidak memakai perantaraan Nabi dan Rosul, tetapi langsung antara Alloh dengan Nafs manusia.
Jadi seluruh Nafs manusia, termasuk Nasf saya dan Nafs saudara, tidak pandang bulu, pada waktu itu langsung berhadapan dengan Alloh, tanpa hijab, tanpa aling-aling, tanpa perantaraan Nabi/Rosul karena memang pada waktu itu belum ada Nabi dan Rosul, semua sama derajatnya ( sebagaimana halnya bila kita pergi ibadah hajji yakni pada saat di `Arofah semuanya sama ).
Apakah amanat Alloh tersebut ?
Amanatnya ialah diberi tawaran :
Allah berfirman dalam S. Al A’raf, 7:172):
” Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak cucu Adam dari sulbi mereka, dan Allah mengambil kesaksian terhadap ANFUS mereka (seraya berfirman): ‘Bukanlah Aku ini Tuhanmu?’ Mereka menjawab: ‘Benar (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi “.
ALASTU BIROBBIKUM
                A (alif) : ” Apakah “.
                LASTU : ” Tidak ada Aku “.
                BIROBBIKUM : ” Tuhanmu “.
Atau lebih lengkap artinya ialah : ” Apakah Aku ini bukan Tuhanmu ? “.
Dalam ayat ini ; Alloh tidak berfirman : ” Aku ini Tuhanmu “.
Tetapi : ” Apakah Aku ini bukan Tuhanmu ? “.
Inilah yang ditawarkan oleh Alloh Ta`ala.
Lalu bagaimanakah jawabannya Ruh ?
QOOLUU BALAA
Artinya : ” ANFUS berkata : Ya, Panjenengan adalah Tuhanku “.
SYAHIDNAA
Artinya : ” Aku menyaksikan “.
`ALAA ANFUSINAA
Artinya : ” Atas ANFUS saya “.
Didalam ayat :  ALASTU BIROBBIKUM  (“Apakah Aku ini bukan Tuhanmu ?”), disitu ada lafadh :  (BIROBBIKUM), dan               (BIROBBIKUM) inilah Rubuubiyyah.
Jawab ANFUS :
QOOLUU BALAA SYAHIDNAA `ALAA ANFUSINAA
” Ya, aku menyaksikan atas anfus-ku “. 
                          ini namanya : IJAB.
                          ini namanya : iqror.
                          ini namanya : QOBUL.
ini namanya : SYAHADATNYA JIWA, masih belum syahadat jasmani.
Lha disini inilah Tauhid Rubuubiyyah itu tertanam dalam NAFS/JIWA seluruh manusia.
Di angan-angan dulu… Bersambung..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar