Jumat

Aji Mumpung

Oleh-oleh dari desa :
 
Pak lurah Sabar ingin mendirikan balai pengobatan/klinik di desa. Beliau ingin agar masyarakat desa bisa memperoleh layanan kesehatan yang lebih baik. Seperti pada umumnya masyarakat miskin di desa cukup sulit untuk mendapat layanan kesehatan yang sepantasnya.
 
Balai pengobatan yang di gagas oleh Pak Lurah tidak sekedar balai pengobatan biasa, tetapi digabung dengan sistem metafisika. Jadi selain diobati juga di beri do’a-do’a agar penyembuhan bisa maksimal, dari luar dan dalam.
Gagasan telah disampaikan pada sang keponakan, Si Rudi, yang biasa berurusan dengan berbagai birokrasi, seperti mencari lahan yang bagus, harga yang murah, stategis dll. Dan Si Rudi sudah siap. Sekedar  info, Si Rudi ini cerdas, ulet, tapi yah itu karena kejujurannya, hidupnya sangat sederhana.
 
Singkat cerita Si Rudi telah berhasil mendapat gambaran tanah yang layak, dengan pertimbangan, di tepi jalan raya, di belakang ada sungai kecil mengalir ke sungai besar di sampingnya. Yang lebih penting harga tanah di situ cukup murah, hanya 30 ribu rupiah perm meter. Akhirnya tanah dibeli oleh Pal Lurah, lebar tanah yang di tepi jalan sepanjang 50 meter dan ke belakang sepanjang 100 meter. Cukup untuk tahap awal. Asumsi Si Rudi yang juga di setujui oleh Pak Lurah, kalau bagian depan telah dibeli maka tanah yang belakangnya akan lebih murah lagi, sehingga pada tahap berikutnya bisa membeli tanah yang lebih luas lagi.
 
Pak Sabar sebagai Lurah tentunya tidak boleh mendiamkan gagasan itu pada perangkat desa yang lain, suatu hari didalam rapat desa gagasan itu disampaikan pada jajaran aparat di desa, dengan harapan mereka bisa membantu kelancaran  gagasan beliau ini. Semua perangkat desa setuju dan sangat mendukung gagasan yang mulia ini.
 
Seperti pada umumnya di negeri kita tercinta ini, ketika para aparat desa mendengar gagasan Pak Lurah, sudah lazim mereka ingin mencari untung dari proyek ini, mencari kesempatan untuk membesarkan perutnya sendiri dan keluarganya. Maka dengan segala daya upaya, mereka berbondong-bondong membeli tanah di sekitar lahan yang telah dibeli Pak Lurah. Ada yang dipersipakan untuk parkir, warung, toilet umum, dsb. Akhirnya sekitar lanan tersebut diperebutkan oleh perangkat desa dan keluarganya. Mereka berlomba-lomba bemborong tanah sekitar lahan utama yang masih butuh tambahan lahan lagi yang lebih luas.
 
Sejak berbondong-bondong tanah di sekitar lahan utama dibeli , maka tentu saja harga tanah di sekitarnya menjadi mahal. Tanah yang dulunya di depan(dekat jalan raya) saja hanya 30 ribu rupiah permeter, dan asumsi yang di belakan hanya sekitar 10 ribu rupiah per meter, kini harganya melonjak. Yang belakang saja mintanya sudah 300 ribu per meter, Ironis sekali.
 
Kini untuk mewujudkan gagasan itu menjadi berat, lahan tidak bisa dibeli lagi, karena anggaran menjadi sangat besar. Akhirnya gagasan yang mulia beliau kandas.
 
Tanah sudah dibeli, terus bagaimana selanjutnya? Agar tanah tidak sia-sia difungsikan saja sementara untuk pertanian, agar tidak terlihat menyolok dulu. Pak Lurah meminta pada pak bayan Bandi untuk menanami lahan itu dengan tanaman salak, dengan harapan bisa diambil manfaat sementara.
 
Sekali lagi sudah lazim tabiat aparat negeri ini, dengan bebagai proposal maka anggaran telah cair, benih salak unggul di datangkan dari luar daerah. Mulailah lahan di tanami salak. Apa yang salah? Ya tentunya menaman salak tidaklah mudah, dengan sok piternya semua dikerjakan sendiri oleh pak Bayan yang tidak punya keahlian sama sekali dibidang salak unggul ini. Diotaknya hanya satu, mumpung ada proyek!
 
Sudah bisa di duga, tanaman salak yang menelan biaya tidak sedikit ini gatot, alias gagal total, kini semua terbengkalai lagi. Yah demikian keluh kesah pak lurah yang disampaikan pada keponakannya Si Rudi yang sahabat dekatku. Sabar ya Pak Lurah !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar