Jumat

Jalan Menuju Allah



Terlebih dahulu menerangkan jalan menuju Alloh. Ada beberapa jalan menuju Alloh, yaitu Jalan Syari’at, Jalan Thoriqoh dan Jalan Haqiqat. Di dalam Syahadat ada Syari’ at, ada Thoriqot dan ada Haqiqatnya.

  • Di dalam Sholat ada Syari’at, ada Thoriqot dan ada Haqiqatnya.
  • Di dalam Puasa ada Syari’at, ada Thoriqot dan ada Haqiqatnya.
  • Di dalam Zakat ada Syari’ at, ada Thoriqot dan ada Haqiqatnya.
  • Dan di dalam Ibadah Hajj i juga ada Syari’ at, ada Thoriqot dan ada Haqiqatnya. 
Hanya saja selama ini kalau kata Thoriqot itu didengar dan diucapkan orang, yang muncul di dalam fikiran orang itu hanya Dzikir Laa Ilaaha Illalloh dan Dzikir Ismu Dzat Alloh. Padahal semuanya itu ada Thoriqotnya.
Mengapa hanya istilah tersebut yang muncul di dalam fikiran orang banyak, yaitu hanya Dzikir Laa Ilaaha Illalloh. Itu hanya penonjolan saja. Jangan dikira di dalam Sholat, Zakat, Hajji itu tidak ada Thoriqot dan Haqiqatnya, misalnya:
  • Subhaanalloh adalah termasuk Dzikir.
  • Alhamdulillah juga termasuk Dzikir.
  • Allohu Akbar juga termasuk Dzikir.
  • Laa haula walaa quwwata illaa billah juga terrnasuk Dzikir. kita itu yaitu Laa Ilaaha Illalloh. Mungkin dikira lainnya itu bukan Dzikir. Itu hanya dari segi penonjolan saja. Penonjolan itu disebutkan di dalam hadits: 
QOOLA ROSUULULLOH SAW : AFDHOLUDZ DZIKKRI LAA ILAAHA ILLALLOH
Hanya dari segi penonjolan saja, seperti ada acara Tahlilan. Di dalam Tahlil itu yang dibaca bermacam-macam ya Al Qur’an, Asma’ul Husna dan sebagainya, akan tetapi hanya disebut Tahlilan, membaca Laa Ilaaha Illalloh.
Hallala – Yuhallilu – Tahliilan
Itu hanya dari segi penonjolan saja. Tidak boleh hanya dari segi Syari’at saja tanpa Haqiqat. Tidak dibenarkan Haqiqat saja tanpa Syari’at. Apalagi tanpa Syari’at dan Haqiqat.
FASYARII’ATUN BILAA HAQIIQOTIN `AATHILAH
Artinya: “Maka Syari ‘at tanpa haqiqat kosong (suwung)”. 
       `Aathilah itu adanya sama dengan tidak adanya, Wujuuduhu Ka Adaamihi.
WA HAQIIQOTUN BILAA SAYRII’ATIN BAATHILAH.
Haqiqat tanpa Syari’at Bathal
BILAA SYARII’ATIN WA HAQIIQOTIN JAI’RAH.
Tanpa Syari ‘at, tanpa Haqiqat bangkai larut.
BI SYARII’ATIN MA’A HAQIIQOTIN KAMILAH.
Dengan Syari’at beserta Haqiqat sempurna.
    • `Aathilah = Kosong.
    • Baathilah = Bathal.
    • Jaifah = Bangkai.
    • Kaamilah = Sempurna. 

Contoh Persoalan Haqiqat
Tiap-tiap kita mendengarkan orang Adzan,
  • ALLOHU AKBAR 2X  jawabannya ALLOHU AKBAR.
  • ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLOH  jawabannya ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLALLOH.
  • ASYHADU ANNAM MUHAMMADAR ROSUULUULLOH jawabannya ASYI-IADU ANNAM MUHAMMADAR. ROSUULUULLOH.
  • HAYYA `ALASH SHOLAT  jawabannya: LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAH.
  • HAYYA `ALAL FALAAH jawabannya:LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAH.
  • ALLOHU AKBAR 2X jawabannya ALLOHU AKBAR.
  •  LAA ILAAHA ILLALLOH jawabannya LAA ILAAHAILLALLOH. 
Kok aneh? Setelah kalimat HAYYA `ALASH SHOLAT (Marilah kita menegakan Sholat), jawabannya LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAH.
Marilah kita menegakan Sholat untuk mencapai kemenangan (HAYYA `ALAL FALAAH), jawabannya LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAH.
Mengapa kok tidak sama? Ini masalah haqiqat. Sholat, berdiri, ruku’, Sujud, Duduk, I’tidal, membaca Fatehah, Tasbeh, Tahmid, Tahiyyat, semuanya itu berbentuk. Di belakang bentuk itu ada sesuatu yang tidak berbentuk. Ada sesuatu yang bukan suara. Tidak bisa dilihat, tidak bisa didengar. Di belakang yang berbentuk itu ada sesuatu yang tidak berbentuk, yaitu daya dan kekuatan.
  • Tanpa daya dan kekuatan kita tidak bisa berdiri.
  • Tanpa daya dan kekuatan kita tidak bisa ruku’.
  • Tanpa daya dan kekuatan kita tidak bisa Sujud.
  • Tanpa daya dan keku,atan kita tidak bisa membaca Fatehah.
  • Tanpa daya dan kekuatan kita tidak bisa Duduk dan lain sebagainya.
Jadi kalau tanpa daya, seperti berdiri, sujud, ruku’ membaca semuanya itu tidak ada.
  • Daya itu tidak dapat dilihat oleh mata. Tidak bisa diraba oleh tangan.
  • Tidak bisa dicium oleh hidung. Tidak bisa didengar oleh telinga.
Itu di balik yang berbentuk yang dapat disaksikan oleh mata.
-       Daya dan Kekuatan itu tidak akan ada kalau tidak dengan Bi Haulillah Wa Quwwatillah. Jadi sampai ke situ.
Dari berdiri, ruku’, Sujud, naik ke Daya. Dari Daya Mi’roj ke Dzat Alloh. Jangan hanya melihat berdiri. Jangan hanya melihat duduk. Jangan hanya melihat ruku’. Jangan hanya melihat Sujud saja. Itu hanya Syari’atnya saja.
Kita tidak akan Sholat sampai kepada haqiqat selama hanya terbatas bacaan (Tadabbur Ma’na). Berdiri, ruku’, Sujud, tapi kita lupa bahwa kita Sholat yang mensholatkan kita itu daya Alloh. Makanya mengapa dalam Sholat itu dari 114 surat yang wajib dibaca hanya Surotul Fatehah. Di situ ada intinya:
IYYAAKA NA’ BUDU WA IYYAKA NASTA’IIN.
`Iyyaka na’budu hanya kepadamu Tuhan kami beribadah.
Ini hanya untuk melindungi syari’at (kasyab). Seakan-akan hanya dari sinilah munculnya sumber ibadah. Hanya kepadamu Alloh kami beribadah tapi Wa `iyyaka nasta’iin dan hanya kepadamu Alloh kami mohon pertolongan tentang ibadah. Tanpa pertolonganmu kami tidak bisa apa-apa, tidak bisa ibadah. Ini adalah haqiqat.
`Iyyaka Na’budu        = Syari’at.
Wa `iyaaka Nasta’iin = Haqiqat.
Kalau artinya hanya di `Iyyakana’budu saja tanpa Wa `Iyyakanasta’iin, ya itu tadi termasuk `Aathilah (kosong).
Merasa bisa sendiri. Merasa bisa membaca sendiri. Merasa bisa berdiri sendiri. Merasa bisa Ruku’ sendiri. Merasa bisa duduk sendiri.
Jadi harus `Iyyakana’ Budu wa `Iyyaka Nasta’iin, bukan Tsumma. Kalau anda membaca `Iyyakan’budu Tsumma Wa `Iyyakanasta’iin, ini salah.
Jangan `Iyyakana’budu hanya kepadamu Tuhan saya beribadah akan tetapi kami beribadah. Na-nya itu Nahnu bukan saya tapi kami, sebab di belakang itu ada kita mohon pertolongan.
IHDINASH SHIROOTOL MUSTAQIIM. SHIROOTHOL LADZIINA AN’AMTA `ALAIHIM GHOIRIL MAGHDUUBI `ALAIHIM WALAADH DHOOLIIN.
Kalau kalimatnya Tunjukanlah kami (Ihdinaa) akan Shiroothol Mustaqiim. Tetapi Haqiqatnya Tetapkanlah Kami.
Kalau hanya tunjukanlah kami, sudah berapa ratus kali, berapa ribu kali kita itu membaca Ihdinaa (kita mohon petunjuk). Sudah diberi petunjuk apa belum? Kalau belum do’anya tidak pernah terkabul. Kalau sudah diberi petunjuk untuk apa mohon petunjuk? Jadi kalimatnya Ihdinaa maknanya Tsabbitnaa (Mohon ditetapkan). Sebab kadang-kadang setelah menerima petunjuk melenceng. Itulah sebabnya dalam do’a diterangkan.
ROBBANAA LAA TUZIGH QULUUBANAA BA’DA IDZHADAITANAA
Artinya: “Wahai Tuhan janganlah kami melenceng setelah kami menerima petunjuk.”
Setelah menerima petunjuk banyak yang melenceng. Mudah-mudahan kita itu setelah diberi petunjuk, petunjuk itu ditetapkan pada diri kita agar tidak melenceng.
Jadi `Iyyakana’budu ini melindungi Syari’at. Wa `Iyyaka Nasta’iin itu melindungi Haqiqat. Haqiqat saja tanpa Syari’at bathal. Hingga kita diperintah `Iyyakana’budu. Kalau Haqiqat saja akan menjadikan bahaya. Kalau syari’at saja ya menjadi kulit/ Kulliti.
Kalau Haqiqat saja, mari kita sholat. Untuk apa Sholat? Saya sudah ditaqdirkan di Azali, kalau saya nanti masuk surga tanpa Sholatpun masuk surga. Kalau kita ditaqdirkan dalam Azali masuk neraka, walaupun sholat tetap masuk neraka. Oleh sebab itu untuk apa sholat? Ini namanya garingan (keringan).
Ya begitu itu kalau haqiqat. Sebelum Sholat sudah Sholat. Sebelum makan sudah makan. Sebelum berak sudah berak.
Jadi Syari’at ya Haqiqat, Haqiqat juga Syari’at. Kalau kita sholat akan tetapi syari’at saja, itu namanya kosong. Kalau Haqiqat saja menjadi bathal.
Itulah sebabnya kalau mengajak, HAYYA `ALASH SHOLAAH jawabannya:
LAA HAULA WALAA QU W WATA ILLAA BILLAAHIL `ALIYYIL `ADHIM.
Baca sendiri di dalam Hadits Bulughul Marom. Tapi selama ini kita jarang berfikir mengapa jawabannya begitu?
Di dalam hadits Laa Haulaa Walaa Quwwata Illaa Billah itu disebut gedungnya surga.
Saudara faham itu, saudara memegang gedungnya surga, tinggal kuncinya.
LAA HAULAA WALAA QU W WATA ILLAA BILLAH KANZUN MIN KUNUUZIL JANNAH
Begitu pula Sholat, Zakat, Puasa, Hajji semuanya itu harus ada Syari’at, Haqiqat dan Thoriqot.
Thoriqotnya Sholat itu banyak. Cari di toko-toko buku yang besar-besar maupun yang kecil-kecil. Buku tuntunan Sholat pasti tebal-tebal. Lebih-­lebih karangannya Hasbi Shiddiqi, tebal sekali. Anda kalau membaca itu pasti bingung tidak mi’roj-mi’roj hanya berputar-putar di situ.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar