Jumat

Tuhan Maha Adil

Perhatikan Pertanyaan-pertanyaan  dibawah ini, pertanyaan yang sajak kecil sudah ada dalam  pikiran penulis.

Butuh waktu lama untuk menemukan jawaban yang masuk akal dari pertanyaan  dibawah  ini  bahkan  sempat  pula  masuk  ke  pesantren  dan  menanyai beberapa ulama tapi  tidak juga mendapati jawaban yang masuk akal dan memuaskan.
Beberapa pertanyaan yang dahulu sering muncul dalam diri penulis adalah :
1. Menurut pemahaman sebagian ulama Islam, surga dan neraka adalah kekekalan abadi  setelah  kita  mati.  Yang  bertempat  di  neraka  adalah  mereka  yang  berbuat kejahatan dan yang menempati surga adalah mereka yang berbuat kebajikan. Nah apakah  masuk  akal  jika  kehidupan  di  bumi  yang  sangat  singkat  ini  merupakan persiapan yang cukup untuk memasuki alam siksa abadi atau alam kesenangan abadi? 
Jika kehidupan yang singkat ini demikian menentukan untuk menuju alam abadi mengapa   ada manusia yang hidup hanya beberapa minggu setelah dilahirkan dan mengapa  manusia  yang  lain  hidup  sampai  hampir  100  tahun?  Disini  kita  akan mendapati orang yang berumur panjang akan memiliki resiko mendapat alam siksa abadi di banding manusia yang lahir sebentar lalu meninggal. Lah enak sekali menjadi bayi kemudian meninggal dunia dan masuk alam surga abadi. Padahal bayi tersebut tidak mengalami kesulitan/godaan hidup layaknya orang dewasa karena tidak sempat
mengembangkan  dirinya.  Dimana  keadilan  Tuhan  jika  ia  membiarkan  seseorang hidup hanya beberapa saat kemudian memasukan ke alam kebahagiaan abadi tapi dilain   pihak   Tuhan   membiarkan   seseorang   hidup   cukup   lama   kemudian mencampakannya ke alam kesengsaraan abadi? Silahkan anda renungkan dengan hati yang jernih.
2. Berdasarkan pendapat kebanyakan ulama, orang yang beragama Islam masuk surga dan yang beragama non Islam masuk neraka selamanya. Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana dengan nasib orang yang lahir dalam keluarga non muslim? Atau bagaimana mereka yang hidup di suatu tempat dimana agama Islam tidak dikenal sama sekali? Sungguh beruntung manusia yang lahir dalam keluarga muslim dan sungguh celaka mereka yang lahir dalam keluarga non muslim atau hidup di daerah yang tidak mengenal agama Islam.
Pernahkan kita memikirkan bagaimana jika kita terlahir dalam keluarga non muslim? Saya yakin tidak banyak dari kita  yang memikirkan hal ini atau mungkin lebih tepatnya tidak peduli!. “Ah saya kan sudah beragama Islam sejak lahir, masa bodoh dengan agama orang lain. Biarkan saja mereka masuk neraka, toh itu sudah takdir Tuhan, yang penting kan saya masuk surga”. Weleh..weleh.. kalau kita sudah tidak memiliki empati terhadap penderitaan orang lain berarti diri kita masih terkurung oleh ego, suatu penyakit hati yang harusnya dilenyapkan!
Lalu dimana keadilan Tuhan jika surga/neraka didapat berdasarkan kepemelukan agama tertentu? Tentulah tidak mudah menentukan keyakinan akan kebenaran suatu agama. Bagi yang lahir muslim tentu akan meyakini Islam adalah agama yang paling benar dan yang lain sesat. Begitu juga jika lahir dalam keluarga non muslim tentu akan meyakini agamanya yang paling benar dan lainnya sesat. Tidak mengherankan banyak orang yang pusing memilih agama dan akhirnya netral dan tidak memilih agama apapun namun tetap percaya keberadaan Tuhan Yang Maha Esa.
3. Pertanyaan lainnya  : mengapa di dunia ini ada orang yang kaya dan yang lain miskin  tertindas?  Mengapa  si  A  dilahirkan  ditengah  keluarga  yang  makmur sedangkan si B lahir dalam keluarga yang miskin? Mengapa bukan si B yang lahir dalam keluarga kaya raya sedangkan si A lahir dalam keluarga miskin?  Mengapa si C lahir dalam keadaan cantik dan si D buruk rupa? Mengapa si E lahir dalam keadaan jenius sedangkan si F bodoh atau bahkan terbelakang mental?     Mengapa si G lahir dalam keadaan cacat   sedangkan si H lahir dalam kondisi sehat tanpa kurang suatu apapun? Mengapa si J seringkali berusaha dengan keras namun gagal terus menerus sedangkan si K tanpa bersusah payah malah dapat mencapai keberhasilan ?
4. Lalu apa jawaban kita terhadap kelahiran manusia-manusia istimewa atau anak indigo berikut ini :
  • Mozart, musisi jenius yang mampu menggubah lagu dalam usia 6 tahun.
  • Beethoven musisi jenius yang memukai publik dalam usia 7 tahun.
  • Bentham, dalam usia  4 tahun mampu membaca dan menulis dalam bahasa Latin dan Yunani.
  • Voltaire, mampu menceritakan dongeng Fontaine ketika berusia 3 tahun.
  • Christian   Heinecken   yang   mampu   berbicara   beberapa   jam   setelah kelahirannya,  menguraikan  isi  Al  Kitab  pada  umur  setahun,  menjawab  pertanyaan geografi dalam usia dua tahun, bicara dalam bahasa perancis dan       latin dalam usia ke tiga dan menjadi pelajar filsafat dalam usia 4 tahun. 
  • William James Sidis, mampu membaca, menulis dan bicara dalam bahasa  Perancis, Rusia, Inggris dan Jerman dalam usia 2 tahun.
  • Ferruco Burco, bocah Italia yang mampu memimpin orkestra simfoni dalam usia empat tahun.
  • Giancella  de  Marco,  gadis  Italia  yang  memimpin  London  Philharmonic Orchestra pada usia delapan tahun.
  • Thomas  Macaulay,  mampu  berbicara  layaknya  orang  dewasa  saat  masih  berusia setengah tahun. Menjadi penulis sejarah pada usia tujuh tahun.
Menarik sekali kehidupan anak-anak indigo tersebut, dan hampir ditiap negara selalu lahir bocah-bocah jenius dan uniknya sebagian besar mereka berasal dari orang tua yang sama sekali tidak memiliki keahlian apapun. Nah, ada rahasia apa dibalik semua ini? Mengapa nuansa kehidupan diatas terjadi didunia? Kalau kita pahami secara awam jelaslah bahwa terjadi diskriminasi atau ketidakadilan diantara sesama manusia. Di satu sisi, Tuhan nampaknya menciptakan manusia-manusia yang beruntung namun di lain sisi Tuhan menciptakan manusia yang kurang beruntung.
Nah, apa jawaban kita terhadap berbagai pertanyaan diatas?  “ah… itu kan sudah takdir Tuhan… sampeyan tidak boleh menggugat Tuhan dong….bukankah takdir baik dan buruk  sudah  ditentukan  sendiri  oleh  Tuhan  dan  harus  diterima  manusia  dengan pasrah”.
Ya..ya..ya inilah jawaban kebanyakan orang terhadap pertanyaan diatas yaitu sudah menjadi takdir atau kehendak Tuhan. Segala sesuatu yang menimpa manusia adalah takdir dari Tuhan yang harus diterima manusia. Sejujurnya saya katakan, jawaban ini sangat tidak memuaskan dan tidak masuk akal karena seakan-akan Tuhan itu pilih kasih dengan menguntungkan sebagian manusia dan menzalimi sebagian manusia lain. Padahal di Al Quran telah dijelaskan bahwa Tuhan sama sekali tidak menzalimi manusia. Simak ayat berikut :
Yang demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesungguhnya Allah sekali-kali  tidak menganiaya hamba-Nya. (Q.S Al Anfaal (8) : 35)
Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri.
(Q.S Yunus (10) : 44) 
Barang  siapa  yang  kafir  maka  dia  sendirilah  yang  menanggung    (akibat) kekafirannya  itu  dan  barangsiapa  yang  beramal  saleh  maka  dia  telah mempersiapkan diri buah dari amal salehnya itu. (Q.S Ar Ruum (30) : 44)

Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar  (kesalahanmu). Dan kamu tidak dapat menghindar (dari azab Allah) di muka bumi. (Q.S Asy Syuura (42) : 30-31)
Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka itu adalah itu adalah untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan kejahatan maka itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanmulah kamu dikembalikan.  (Q.S Al Jaatsyiah (45) : 15) 
Lima  ayat  diatas  dengan  sangat  jelas  menerangkan  bahwa  segala  sesuatu  yang menimpa manusia adalah akibat perbuatan manusia itu sendiri   sehingga jawaban “Takdir (kehendak) Tuhan” adalah jawaban yang tidak tepat. Jawaban ini jelas telah mengkambing-hitamkan Tuhan dengan mengatakan bahwa itu adalah perbuatan Tuhan, padahal Tuhan sama sekali tidak menzalimi atau merugikan manusia.
Tuhan  hanyalah  menjalankan  roda  hukum  alam  yang  telah  ditetapkan-Nya. Sedangkan manusia itu sendiri adalah bagian dari hukum alam yang telah ditetapkan Tuhan. Karena hukum alam berjalan di bawah kehendak Tuhan, maka seakan-akan segala sesuatu yang menimpa manusia adalah atas kehendak Tuhan semata.
Sayang sekali, dalam berbagai terjemahan Quran, kata man yasya’ diterjemahkan ke dalam  bahasa  Indonesia “Allah  menghendaki”.  Tentu  saja  terjemahan  demikian melanggar pernyataan bahwa Allah tidak merugikan manusia sedikit pun. Terjemahan  yang  seharusnya  lebih  tepat  adalah “Allah  menghendaki  kepada  manusia  yang berkehendak kepada-Nya”. Jika manusia ingin sesat maka akan dibiarkannya sesat dan jika menginginkan petunjuk-Nya maka akan diberinya petunjuk. Dengan kata lain, Allah memberikan petunjuk kepada manusia yang menghendaki petunjuk-Nya. Hal ini dikuatkan pula oleh sebuah Hadist :
Dari Abu Zar. r.a, Nabi bersabda : Allah berkata kepadaku, Wahai hamba-Ku, Aku (Allah) haramkan atas diriku berbuat aniaya, begitu pula antara sesamamu. Wahai hamba-Ku, semua kamu sesat kecuali orang yang dapat petunjuk dari-Ku,
maka mintalah petunjuk kepada-Ku niscaya Aku beri petunjuk. (H.R Muslim) 
Dari berbagai fakta dan penjelasan yang telah disampaikan diatas, adakah jawaban yang masuk akal? Silakan direnungkan dulu. Jika diijinkan Insaya Alloh akan kami ulas sedikit demi sedikit.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar