Jumat

Tauhid Rububiyyah

Sebelum saudara mengikuti apa-apa yang ada di Sirna Raga, ada yag perlu diperhatikan.
Apa-apa yang dimuat di sini, jangan tergesa-gesa ditelan mentah-mentah, tapi jangan juga tergesa-gesa ditolak mentah-mentah.
 
Apa Sebab?
  1. Sebab dari yang ada didalam yang kami sampaikan. 
    Ya kalau yang kami sampaikan benar, kalau salah; nanti saudara termasuk orang yang menelan kesalahan.
    Sebaliknya, ya kalau salah, kalau benar; berarti saudara termasuk orang yang menolak kebenaran
  1. Sebab dari yang ada pada diri saudara-saudara sendiri.
    Yaitu pertimbangan akal sehat. Akal berfungsi untuk menimbang baik-buruk, benar-salah, layak-patut dsb, jadi ditimbang dulu.
Meskipun begitu kalau menimbang juga dipengaruhi oleh rasa. Rasa hati berpengaruh pada senang dan benci. Jika akal saudara condong pada saya, tentu saja akan ditelan saja karena senang. Jika saudara benci pada saya, apa yang kami sampaikan pasti ditolak.
 
Ini moqodimmah yang perlu kami sampaikan. Apa latar belakan muqodimmah ini perlu kami sampaikan?
Karena yang kami muat di Sirna Raga sering kali banyak perbedaan dengan pendapat umum, tapi bukan pertentangan.
 
Jika pertentangan bisa menimbulkan konflik dan dendam, tapi jika perbedaan bisa harmonis, seperti bhinneka tunggal ika.
Jadi banyak perbedaan tapi bukan pertentangan.
 
Saya tidak akan minta saudara menerima apa yang kami sampaikan di Sirna Raga. diterima syukur, ditolak juga tidak masalah.
 
Kalau memang benar yang kami sampaikan, itu semata-mata pertolongan dari Alloh semata. Kalau yang kami sampaikan tidak benar, itu memang kami yang bodoh dan lemah.
 
Selamat mengikuti !!
 
Sebelumnya kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, jika nantinya ada pertanyaan atau komentar yang agak sensitif, kami pura-pura tidak tahu. Artinya tidak kami tanggapi. Harap maklum.  Apabila sudah memasuki bidang tauhid rububiyah, maka yang mengulas ini merasa punya tanggung jawab yang besar, karena bila sampai keliru maka bahayanya besar,  tapi sebaliknya, bila tidak keliru maka besar pahalanya.           
Pembahasan tauhid rububiyyah ini memerlukan kehati-hatian dan harus di baca berulang-ulang. Memang ini sudah memasuki bidang yang rumit tetapi kita janganlah mundur karena kerumitan karena dibalik yang rumit itu ada yang manis, oleh sebab itu kita berharap mudah-mudahan kita mampu memahaminya, amiin…….
 ***
Sekarang memasuki bidang pembahasan “Tauhid Rubuubiyyah”.
Dan sumber pembahasan Tauhid Rubuubiyyah dalam tulisan ini tidak kami ambilkan dari  kitab-kitab ilmu tauhid atau kitab-kitab ilmu kalam, akan tetapi kami ambilkan dari sumbernya segala sumber, yakni wahyu Ilahi atau kitab suci Alqur-an.
Didalam Alqur-an ada beberapa ayat yang mene-rangkan tentang persoalan Tauhid Rubuubiyyah, adapun bunyi ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut :
WALA-IN SA-ALTAHUM MAN KHOLAQOS SAMAAWAATI WAL ARDLO WASAKHKHOROSY SYAMSA WAL QOMARO LAYAQUULUNNALLOOHU. ( Q.S. Al `Ankabuut / Ayat 61 ).
Artinya : “Dan seandainya kamu (Muhammad) bertanya kepada orang-orang kafirin dan musyrikin : ” Siapakah yang telah menciptakan tujuh langit dan tujuh bumi dan siapakah yang telah menundukkan matahari dan bulan ? “.
 Maka pastilah mereka menjawab : ” Yang menciptakan tujuh langit dan tujuh bumi serta yang menundukkan matahari dan bulan adalah Alloh “.

WALA-IN SA-ALTAHUM MAN NAZALA MINAS SAMAA-I MAA-AN FA-AHYAA BIHIL ARDLO MIN BA`DI MAUTIHAA LAYAQUULUNNALLOOHU QULILHAMDULILLAAHI BAL AKTSARUHUM LAA YA`QILUUN. ( Q.S. Al `Ankabuut / Ayat 63 )
Artinya : “Dan seandainya kamu (Muhammad) bertanya kepada orang-orang kafirin dan musyrikin : “Siapakah yang telah menurunkan air dari langit, yang dengan air itu bumi menjadi hidup setelah matinya? “.
Maka pastilah mereka menjawab : ” Yang telah menciptakan air, dan yang telah menurunkan hujan dari langit, serta yang telah menghidupkan bumi dengan air hujan setelah bumi itu mati, adalah Alloh, tidak ada lainnya “.
Katakanlah (Muhammad) : ” Segala puji kepunyaan Alloh “. Tetapi kebanyakan manusia tidak menggunakan aqal “.

WALA-IN SA-ALTAHUM MAN KHOLAQOS SAMAAWAATI WAL ARDLO LAYAQUULUNNA KHOLAQOHUNNAL `AZIIZUL `ALIIM. ( Q.S. Az Zukhruf / Ayat 9 ).
Artinya : “Dan seandainya kamu (Muhammad) bertanya kepada orang-orang kafirin dan musyrikin : ” Siapakah yang telah menciptakan tujuh langit dan tujuh bumi?”.
Maka pastilah mereka menjawab : ” Yang telah menciptakan tujuh langit dan tujuh bumi adalah Dzat Yang Maha Perkasa – Maha Pandai “.
Tiga ayat ini menjadi pokok pembahasan Tauhid Rubuubiyyah.
Akan tetapi pada ayat yang kedua diatas yakni surat Al `Ankabut/ayat 63, akhir ayatnya menegaskan :
QULIL HAMDULILLAAHI BAL AKTSARUHUM LAA YA`QILUUN.
Artinya : Katakanlah (Muhammad) : “Segala puji kepunyaan Alloh “, tetapi kebanyakan manusia tidak menggunakan aqal.

PERSOALAN YANG MUNCUL
Berdasarkan keterangan pada beberapa ayat diatas, maka seandainya semua manusia itu ditanya :
Siapakah yang menjadikan langit ?
Pasti menjawab : ” Alloh “.
Siapakah yang menjadikan bintang ?
Pasti menjawab : ” Alloh “.
Siapakah yang menjadikan matahari ?
Pasti menjawab : ” Alloh “.
Siapakah yang menjadikan bulan ?
Pasti menjawab : ” Alloh “.
Siapakah yang menurunkan hujan ?
Pasti menjawab : ” Alloh “.
Siapakah yang menghidupkan bumi ?
Pasti menjawab : ” Alloh “.
Siapakah yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan ?
Pasti menjawab : ” Alloh “.
( Tidak ada orang yang menjawab selain itu ).

Kalau tiga ayat ini digandeng :
Siapakah yang menciptakan seluruh jagad ini ? “.
Walhasil semuanya pasti menjawab : ” ALLOOHUL `AZIIZUL `ALIIM “.
( Yang menciptakan semua jagad ini adalah Alloh Dzat Yang Maha Perkasa dan Maha Pandai ).
Maka orang yang menjawab dengan jawaban sebagaimana diatas itu, apakah mereka termasuk ber-tauhid ataukah syirik? apakah kafir ataukah syirik ?
Untuk menjawab masalah ini, kita haruslah hati-hati, karena lafadz (SA-ALTAHUM) dalam tiga ayat diatas adalah ditujukan kepada orang-orang kafir, akan tetapi orang-orang kafir dalam tiga ayat tersebut juga mengakui bahwa yang menciptakan alam semesta ini adalah Alloh Ta`ala.
Kalau mereka itu dikatakan tauhid, lalu mengapakah dalam keterangan ayat lain mereka itu disebut kafir ?, bahkan dalam akhir ayat surat Al Ankabut / ayat 63 dikatakan : BAL AKTSARUHUM LAA YA`QILUUN.  (Tetapi kebanyakan mereka itu tidak menggunakan aqal).
Namun kalau mereka dikatakan tidak tauhid, padahal dalam beberapa ayat diatas mereka itu mengakui bahwa Pencipta seluruh alam semesta adalah Alloh Ta`ala.
Lalu bagaimanakah persoalan ini ?
BAL AKTSARUHUM LAA YA`QILUUN 
Seandainya orang yang mengakui Alloh Ta`ala itu disebut ‘bertauhid‘, lalu mengapakah dalam akhir ayat tersebut dikatakan : BAL AKTSARUHUM LAA YA`QILUUN. (Tetapi kebanyakan mereka itu tidak menggunakan aqal).
Padahal orang yang tidak berakal itu didalam surat Al Baqoroh / ayat 171 disebut sebagai orang yang tuli hatinya, bisu hatinya dan buta hatinya :
SHUMMUN BUKMUN `UMYUN FAHUM LAA YA`QILUUN ( Albaqoroh / ayat 171 ).
Artinya : ” Sesungguhnya sejelek-jelek hayawan bagi Alloh ialah orang-orang kafir, maka mereka itu tidak berakal “.                                            
(SHUMMUN) : Tuli hatinya.
(BUKMUN) : Bisu hatinya.
(`UMYUN) : Buta hatinya.
(FAHUM LAA YA`QILUUN) : Maka mereka itu tidak berakal. 
Kemudian didalam surat Al Anfal / ayat 22, diterangkan bahwa orang yang tuli dan bisu serta tidak menggunakan aqal itu adalah sejelek-jelek daabbah (makhluq yang melata) :
INNA SYARRODDAWAABBI `INDALLOOHISH SUMMUL BUKMUL LADZIINA LAA YA`QILUUN. ( Al Anfal/ayat 22 ).
Artinya : ” Sesungguhnya sejelek-jelek daabbah bagi Alloh ialah orang yang tuli dan bisu, adalah mereka itu tidak berakal “.
Jadi yang disebut orang tidak berakal adalah orang yang tuli dan bisu hatinya, dan orang yang tuli dan bisu hatinya itu adalah sejelek-jelek makhluq yang melata dibumi.
Kemudian diperjelas lagi dalam surat Al Anfal / ayat 55, bahwa sejelek-jelek makhluq yang melata dibumi adalah orang-orang kafir :
INNA SYARRODDAWAABBI `INDALLOOHILLADZIINA KAFARUU FAHUM LAA YU`MINUUN ( Al Anfal / ayat 55).
Artinya: “Sesungguhnya sejelek-jelek hayawan (yang melata) bagi Alloh ialah orang-orang kafir, maka mereka itu tidak beriman”.
Jadi kalau menurut ayat-ayat ini ; Albaqoroh/171, Al Anfal/ 22, Al Anfal /55, orang yang tidak berakal berarti orang itu tidak beriman.
Padahal didalam Al `Ankabut /ayat 63 ; orang yang mengakui Alloh masih disebut ‘ tidak berakal ‘ :
TAUHID ATAU SYIRIK-KAH MEREKA ?  Kita lanjutkan di tulisan berikutnya.. (sambil nunggu izin)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar