Sabtu

Penutup Tauhid Rububiyyah

Tulisan ini lanjutan bahasan sebelumnya. Memang sengaja agak berjauhan waktunya, kami berharap tulisan yang lalu  bisa diangan-angan dulu. Sekali lagi masalah TAUHID RUBUBIYYAH itu masalah pelik, jadi
jangan dianggap enteng. Di dalamnya menerangkan masalah-masalah yang rumit, tapi tetap saja kami samarkan, sehingga membutuhkan perenungan sesuai kemampuan rohani masing-masing. 
Sekarang yang dibahas, mengapa Jiwa kita yang telah di bai’at di lautan Alastu birobbikum, bisa lupa semuanya. Mengapa Jiwa kita akhirnya ‘selingkuh’ dengan dunia, dan menginggalkan Robbi? Ikuti ulasannya ! 
FASE KEHIDUPAN DAN  UJIAN-UJIAN DI DUNIA 
Setalah manusia itu lahir, akhirnya mengalami proses dan berubah menjadi bocah, lalu jadi remaja, kemudian dewasa, setelah itu jadi tua.
Didalam surat Al Hadid / ayat 20 diterangkan bahwa manusia itu mengalami beberapa fase:
I`LAMUU ANNAMAL HAYAATUD DUNYAA LA`IBUN WALAHWUN WAZIINATUN WA TAFAAKHURUN BAINAKUM WATAKAATSURUN FIL AMWAALI WAL AULAADI. ( Al Hadid / 20).
Artinya : ” Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hidup di dunia itu adalah permainan, lelahan (membuang waktu tanpa manfaat), perhiasan, bangga-banggaan diantara kamu, dan berlomba-lomba memperbanyak harta dan anak “.
Keterangan ayat ini adalah :
Bahwa setelah lahir, manusia itu mengalami beberapa fase, yakni :
1). (LA`IBUN).
Pertama, ketika usia bocah, senangnya hanya bermain
2). (WALAHWUN). 
Setelah melewati usia bocah, lalu masuk usia remaja. Pada fase ini, manusia itu lebih suka lelahan yakni membuang-buang waktu, bergerombol membentuk geng. Sehari hari ke warnet untuk game online, PS-an.
3). (WAZIINATUN). 
Setelah itu lalu mengalami fase yang lebih suka menghias-hiasi diri, sehari-hari diisi dengan mengatur rambutnya saja, mengatur cara berjalannya, depan dan belakangnya diberi kaca cermin untuk mengetahui sudah pantes ataukah belum.
Setiap hari yang dibicarakan itu gelang emas, kalung, sepeda motor, model rambut gondrong atau gundul, dsb. Group-group-an. Ikut group sana, ikut group sini. Ada group facebook, group penyanyi, group ustadz, group pengajian, umroh, haji, sok ahli dzikir dsb.
4). (WATAFAAKHURUN BAINAKUM).
Kemudian masuk fase ini, yakni sukanya itu bangga-banggaan diantara mereka ; membangga-banggakan uangnya, membangga-banggakan sawahnya, membangga-banggakan nasabnya/keturunannya, membangga-banggakan kepandaian-nya, dsb.
5). (WATAKAATSURUN FIL AMWAALI WAL AULAADI).
Kalau sudah, lalu , yakni berlomba banyak-banyakan uang dan banyak-banyakan membuat anak.
Harta benda itu bermacam-macam, diantaranya : kendaraan, sawah, rumah, pangkat, pekerjaan, dsb, itu semua termasuk (AL AMWAALI). 
Dan kesemuanya itu juga termasuk tutup bagi manusia.
Belum lagi tertutup jasmaninya, tertutup panca inderanya, seperti tertutup dari pandangan mata, pendengaran telinga, dan lain sebagainya.         
Ada lagi keterangan dalam surat Ali Imron sebagai berikut :
ZUYYINA LINNAASI HUBBUSYSYAHAWAATI MINANNISAA-I WAL BANIINA WAL QONAATHIIRIL MUQONTHOROTI MINADZ DZAHABI WAL FIDLDLOTI WAL KHOILIL MUSAWWAMATI WAL AN`AAMI WAL HARTSI DZAALIKA MATAA`UL HAYAATID DUNYAA. (Ali Imron / 14).
Artinya :   ” Dihiaskan pada manusia itu senang macam-macam kesenangan ; seperti perempuan-perempuan, anak-anak, dan harta benda yang banyak dari emas, perak, kuda yang bagus, binatang-binatang ternak, dan tanaman-tanaman.   Demikian itulah kesukaan hidup di dunia “.
(HUBB) artinya : Cinta.
(SYAHAWAAT) artinya : Macam-macam kesenangan.
 Jadi manusia itu dihiasi dengan bermacam-macam kesenangan :
1). (MINANNISAA-I).
Pertama, ingin punya istri (bagi yang perempuan ingin punya suami).
Mengapa hanya disebut  (MINANNISAA-I) saja, sedangkan (MINARRIJAALI) tidak disebut ?
Adanya dalam ayat ini tidak disebut secara langsung adalah supaya tidak menyinggung orang perempuan, sedangkan kalau orang laki-laki itu kan perasaannya tebal.
Memang halusnya kitab Alqur-an seperti itu, makanya dalam ayat ini seakan-akan yang butuh hanya orang laki-laki saja padahal sebenarnya sama saja.
Akan tetapi didalam surat At Taghoobun diterangkan bahwa istri adalah musuh, bila ingin punya istri berarti mencari musuh :
INNA MIN AZWAAJIKUM WA AULAADIKUM `ADUWWAL LAKUM (At Taghoobun / 14).
Artinya : “Sesungguhnya istri-istrimu dan anak-anakmu adalah musuh-musuhmu “.
Bila istri adalah musuh, kalau begitu kita cari musuh.
Iya musuhan, tapi persiapan dulu, nanti tahu-tahu lamaran. Memang mengucapkan Qobiltunya itu tidak seberapa tetapi dibelakang pernyataan Qobiltu tersebut ada tanggung jawabnya.
Jadi kita menikah itu harus hati-hati, karena bahayanya nikah itu banyak tapi pahalanya juga berlipat-lipat, umpama :
Sholatnya orang yang masih bujangan itu hanya satu pahalanya, namun sholatnya orang yang sudah punya istri itu 27 lipat, ini ada haditsnya.
Akan tetapi seandainya ketika sholat, baca takbirotul ihrom “Alloohu Akbar” yang diingat justru istrinya, maka lebih baik tidak punya istri supaya sholatnya tidak terganggu seperti itu.
2). (WAL BANIINA).
Setelah mempunyai istri, lalu timbul lagi syahwatnya yaitu ingin punya anak laki-laki.
Pada umumnya, memang anak yang pertama diinginkan adalah anak laki-laki, setelah itu barulah ingin anak perempuan.
Aneh kok lebih ingin anak laki-laki, padahal sudah diinsafi bahwa kenakalan anak laki-laki ya seperti itu, kalau anak perempuan kan terkenal penurut, disuruh mandi juga mudah, sedangkan anak laki-laki disuruh mandi saja pakai kejar-kejaran atau diberi uang dulu barulah mau mandi, anak saya sendiri juga seperti itu.
Masalah senang akan anak laki-laki ini memang sudah terlanjur nash Alqur-an : (WAL BANIINA).
3). (WAL QONAATHIIRIL MUQONTHOROTI).
Kalau sudah tercapai mempunyai anak, lalu ingin mengumpulkan harta benda yang banyak, yakni :
(MINADZ DZAHABI WAL FIDLDLOTI) : Mengumpulkan emas dan perak, untuk simpanan di hari tua atau untuk melengkapi kebutuhan hidup karena bila sewaktu-waktu dibutuhkan mudah menjualnya.
(WAL KHOILIL MUSAW-WAMATI): Ingin mempunyai kuda, atau kalau sekarang itu kendaraan seperti sepeda motor, dsb.
Kemudian setelah itu, timbul lagi keinginan :
(WAL AN`AAMI) : Ingin punya binatang ternak yang gemuk-gemuk, seperti ingin punya bebek banyak, punya kambing banyak, atau sapi yang banyak, dan sebagainya.
(WAL HARTSI) : Ingin mempunyai bermacam-macam tanaman, seperti jagung, mangga, tebu, minta semua yang ditanam itu subur dan banyak hasilnya sehingga diberi segala macam pupuk, itu boleh saja asalkan tidak lupa bahwa tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Pertolongan Alloh.
(LAA HAULA WALAA QUWWATA ILLAA BILLAH).
 (DZAALIKA MATAA-`UL HAYAATID DUNYAA) : Itulah perbendaharaan dunia.
Demikianlah Firman Allloh Ta`ala dalam Alqur-an.
Cobalah kita angan-angan bersama ; sedemikian banyaknya tutup-tutup pada diri manusia ; tertutup jasmani, tertutup pandangan mata, tertutup pendengaran telinga, tertutup lesan, tertutup gerak, tertutup diam, dan tertutup bermacam-macam keinginan.
Bahkan kita sendiri tidak bisa menghitung berapa banyaknya sesuatu yang menutupi diri kita, sehingga Tauhid Rububiyyah yang ada didalam diri kita itu terlupakan.
Tapi perlu di ingat, Iman tidak pernah hilang, hanya tertutup denga tutup yang sangat tebal.

TAUHID RUBUBIYYAH TIDAK AKAN HILANG DARI DIRI MANUSIA
Iman tertutup jasmani, tertutup pandangan mata, tertutup pendengaran telinga, tertutup lesan, tertutup gerak, tertutup diam, dan tertutup bermacam-macam keinginan.
Bahkan kita sendiri tidak bisa menghitung berapa banyaknya sesuatu yang menutupi diri kita, sehingga Tauhid Rububiyyah yang ada didalam diri kita itu terlupakan.         
Meskipun begitu, sebenarnya Tauhid Rububiyyah itu masih ada didalam, masih tetap dan tidak hilang, hanya saja kita lupa, bahkan sampai ada yang ngetop lupanya sehingga kalau diingatkan sudah tidak bisa lagi, ini namanya kafir haq, sebagaimana disebutkan dalam surat An Nisa` :
ULAA-IKA HUMUL KAAFIRUUNA HAQQO (An Nisa` / 151).
Artinya : ” Mereka itu adalah orang kafir yang sejati “.
Yang disebut kafir haq itu bila tutupnya sudah tidak bisa lepas. Akan tetapi walaupun lupa sama sekali, tapi tidak hilang.
Sebaliknya seandainya diingatkan oleh para Rosul dan akhirnya terbuka dan betul-betul sadar, maka ini namanya : MU`MINUUNAL HAQQO.
ULAA-IKA HUMUL MU`MINUUNA HAQQO. (Al Anfal).
Artinya : ” Mereka itu adalah orang mukmin yang sejati”.
Jadi ada kafir haq, dan ada mukmin haq, serta ada lagi yang silih berganti yakni asalnya terbuka lalu tertutup kemudian terbuka lalu tertutup lagi, sebagaimana diterangkan dalam surat An Nisa` :
INNAL LADZIINA AAMANUU TSUMMA KAFARUU TSUMMA AAMANUU TSUMMA KAFARUU TSUMMAZDAADUU KUFRON LAM YAKUNILLAAHU LIYAGHFIROLAHUM WALAA LIYAHDIYAHUM SABIILAA (An Nisa` / 137).
Artinya : ” Sesungguhnya banyak orang-orang yang beriman kemudian berubah kafir, lalu jadi beriman lagi, kemudian menjadi kafir lagi, maka mereka itu bertambah kekafirannya, dan tidak ada jalan ampun bagi mereka “.
Iman yang tertutup itu seperti bulan tertutup mendung, memang bulannya tidak kelihatan tetapi jangan dianggap bulan tersebut hilang, ada kalanya terbuka dan ada kalanya tertutup lalu terbuka lagi tapi ada juga yang terbuka terus.
Kalau Mu`minuunal Haqqo itu terbuka terus karena dia menggali terus.
Jadi ada Mu`minuunal haqqo, ada Kaafiruunal haqqo, dan ada yang berubah-ubah mukmin-kafir-mukmin-kafir sehingga yang mengkhawatirkan itu kalau :   
Bertambah dahsyat kekafirannya “.
Dan bila sudah begitu maka :
Tidak ada jalan ampun “.
Dan tidak ada jalan keluar “.
Inilah akibat akhir yang kita khawatirkan semua, bila melihat yang seperti ini maka siapakah yang tidak takut ?
Akan tetapi walaupun tutupnya sedemikian banyaknya tapi tetap iman itu tidak akan hilang.
Jadi Iman Tauhid Rububiyyah itu tetap dan tidak akan hilang dari Ruh, tidak bertambah dan juga tidak berkurang, hanya saja ada yang imannya tertutup.
Iblis yang sudah dicap kafir saja toh masih mengakui Robbi, sebagaimana disebutkan dalam Alqur-an :
ROBBI FA-ANDHIRNII ILAA YAUMIN YUB`ATSUUN.
Artinya : (Berkata Iblis) : “Wahai Tuhanku, maka tangguhkanlah aku sampai hari kebangkitan/ hari kiamat “.
Dalam ayat ini, Iblis itu juga percaya kepada Alloh dan percaya kepada hari kiamat, percaya bahwa Alloh itu Khooliq dan dirinya itu makhluq.
Didalam sebuah ayat Alqur-an juga menyebutkan bahwa orang kafir itupun berdo`a :
WAMAA DU`AA-UL KAAFIRIINA ILLAA FII DLOLAAL. (Ar Ro`du / 14).
Artinya : ” Dan tiadalah doanya orang-orang kafir itu kecuali didalam kesesatan “.
Kalau memang orang-orang kafir itu sudah tidak percaya kepada Alloh Ta`ala, masak mereka itu berdoa ?
Atau dalam hadits Nabi :
QOOLA ROSUULULLOOHI SHOLLALLOOHU `ALAIHI WASALLAM : ITTAQUU DA`WATAL MADHLUUMI WALAU KAANA KAAFIROO.
Artinya : Bersabda Rosululloh S.A.W : ” Takutlah kamu semua pada doanya orang yang kamu aniaya walaupun mereka itu orang kafir “.
Jadi meskipun kafir, tapi Iman Rububiyyah-nya itu tetap dan tidak hilang.
Adapun kafir itu maknanya hanyalah ‘tertutup‘.
Sedangkan tertutup itu tidak sama dengan hilang.
Akan tetapi didalam pengajian-pengajian umum ; orang kafir itu disebut sebagai orang yang tidak mempunyai iman. Pernyataan seperti ini adalah tidak ada dasarnya, tidak ada pedomannya.
Bahasan tentang TAUHID RUBUBIYYAH sementara sampai di sini dulu. Bahasan kami sudah sangat panjang, sekiranya cukup untuk mengupas masalah-masalah yang dulu pernah terbengkelai. Semisal hakekat iman, Iman Asli dan Iman Sebab, Nafs dan Ruh.. dsb. Jika ada yang sekiranya kurang paham coba koment saja. Asal tidak sangat sensitif, Insya Alloh kita diskusikan bersama.
Setelah mengupas masalah Tauhid Rububiyya rasanya kurang pas kalau tidak mengupas masalah Tauhid Ubudiyyah. di kesempatan selanjutnya akan kami ulas masalah TAUHID UBUDIYYAH. Karena masalah Tauhid Ubudiyyah juga agak rumit, serumit  bahasan Tauhid Rububiyyah, maka akan kami tulis  secara bersambung yang panjang juga… semoga bisa memudahkan kita untuk paham.
Sedikit renungan dari Bahasan Tauhid Rububiyyah, barangkali ‘nyanthol’ ;
Cobalah untuk berfikir cerdas, dari beberapa tulisan sebelum ini, kita coba renungkan. Ketika NAFS di janji ( Tauhid Rububiyyah) kemudian di’sebar’ kira-kira itu terjadi berapa triliun tahun yang lalu ? Nah ketika di ‘benda-benda mati’ berapa juta kali, di tanah berapa juta kali, di tumbuhan, di hewan… berapa juta kali ? di planet A, B, C, D.. berapa juta planet yang disinggahi Jiwa kita?  Itulah MI’ROJ kita yang sesungguhnya. Mi’roj dari langit ke langit. Migrasi Jiwa dari fase ke fase.. nah ketika jadi ‘manusia dunia’ fase ke berapa? Dan ketika menjadi ‘manusia sejati’ fase ke berapa? Coba hitung sendiri… ( ini bahasan martabat tujuh ).

MANUSIA (Insan Kamil) SEBAGAI MAKHLUK TERTINGGI
Banyak syukur kepda Alloh Ta’ala, bisa merasakan nikmat dari Alloh Ta’ala. Bagaimana pun nikmatnya dunia ini, bila diberikan kepada satu orang, tapi tidak dirasakan nikmat, apakah bisa mensyukuri? Tidak bisa.
Harus disadari seluruh dunia ini adalah lokam (kulit, sepet) dan berliannya adalah kita ini. Isinya dunia adalah manusia, lainnya manusia bukan isi, walaupun dunia ini ada bintang bulan, lautan, tapi kalau tidak ada manusia, maka namanya dunia kosong, dunia suwung, jadi isinya adalah manusia. Rumah ini juga demikian, ada lemari, ada meja-meja, dan sebagainya, tapi kalau manusianya tidak ada maka dikatakan rumah kosong.
Berliannya hidup adalah manusia, kompas hidup ini adalah manusia, jadi ikhtisarnya alam semesta ini adalah manusia. Silahkan dicari pada diri kita ini, gunungnya mana, alasnya (hutannya) mana, harimaunya mana, kancilnya mana, malaikatnya mana, bidadarinya mana, ini kalau mau mencari akan ketemu semua. Jadi puncak-puncaknya  makhluq Alloh ini adalah manusia. Dari tanah naik-naik sampai Sulalah, macam-macam zat, ada tumbuh-tumbuhan, terus naik, akhirnya jadi Darah, Nuthfah, akhirnya jadi Alaqoh, Mudlghoh, sampai akhirnya jadi manusia, kalau sudah jadi manusia (Insan kamil) ini sudah puncak. Puncak dalam istilah bahasa Arab adalah Muntaha. Jadi kedudukannya manusia  itu puncak, silahkan di lihat dalam surat An Nas, kedudukannya manusia itu disebutkan setelah Robbi berikutnya Nas, setelah Maliki berikutnya Nas, setelah Ilahi berikutnya Nas. Jadi  kedudukannya di atas manusia ini adalah Tuhan, di bawahnya Tuhan adalah manusia, dan di bawahnya manusia adalah seluruh alam. Jadi posisi kita itu di tengah-tengah.
Malaikat kedudukannya kalah bila dibanding dengan kedudukannya manusia, itu namanya Muntaha. Silahkan… boleh mengkritik, ini tasawwuf kok.
Menetapkan posisi ini sulit, di atas Tuhan, kemudian di bawahnya manusia, dan di bawahnya manusia adalah seluruh alam, yang seluruh alam ini adalah untuk manusia. Itu bukan masalah tempat, tapi kedudukan derajatnya. Seluruh alam ini mengabdi kepada manusia, ini perintah Alloh :
SAKHOROLAKUM MAA FIS SAMAAWATI WAMAA FIL ARDLI
“(Alloh) telah menundukkan untukmu  semua apa-apa yang ada di lagit dan apa-apa yang ada di bumi.” (QS. Luqman : 20)
Ditundukkan semuanya untuk manusia, maka silahkan dinaiki.

Dunia kendaraan akhirat

Dawuhnya Kanjeng Nabi :
QOOLA ROSUULULLOOHI SHOLLALLOOHU ‘ALAIHI WASALLAMA : ALLAILU WAN NAHAARU MATHIYATAANI FARKABUUHUMAA BALAGHUN ILAL AKHIRAH
“Bersabda Rosululloh SAW. : Malam dan siang segala isinya ini adalah kendaraan, naikilah sampai kepada akhirat.”
Jadi dunia supaya ditumpangi/dinaiki, jangan sampai dinaiki dunia, yang dilarang adalah dinaiki dunia. Kalau menumpangi dunia memang diperintah, tapi kalau kita ditumpangi dunia maka akan rusak, bejat. Kalau menumpangi dunia itu enak, nyaman, karena dunia ini adalah kendaraan. Ibarat kendaraan bisa yang baik bisa yang jelek, tidak jadi masalah asal syukur.
Syukur itu tulisannya SYIN, KAF, RO’, bacanya SYAKARO artinya telah syukur. Tapi kalau syin titik tiga ini titik tiganya hilang, bunyinya SAKARO artinya telah mendem /tidak sadar, karena tiga titik itu rahasianya syukur. Satu persatu titik ini ada artinya sendiri-sendiri, titik satu apa artinya, titik dua apa artinya, dan titik tiga apa artinya. Lain kali akan kami tulis masalah Syukur ini.
Semoga manfaat.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar