Rabu

Merajut Jiwa Muttaqin

Terasa berat meninggalkan bulan Ramadhan. Bulan yang dimuliakan dan semua amal ibadah dikaruniai rahmat dan kebrkaha. Bulan yang selalu dinantikan orang-orang mukmin. Bulan yang
didalamnya penuh dengan berkah. Bulan yang penuh maghfirah.. Bulan kemenangan Islam, ketika Rasulullah Muhammad Saw bersama para sahabat mampu menaklukan Makkah. Bulan yang menjanjjikan orang-orang mukmin mendapat derajat muttaqien, sesudah melaksanakannya dengan penuh mujahaddah. Bulan yang Allah Azza Wa Jalla menurunkan kitabNya, yang menjadi pedoman hidup orang-orang mukmin. 
Betapa indahnya akhir Ramadhan dan sambutan Idul Fitri. Jutaan orang kembali bertemu dengan sanak keluarganya. Mungkin mereka sudah tidak bertemu dalam kurun waktu tertentu. Mungkin berbilang satu, dua, tiga tahun. Dan, mungkin sudah lebih lama lagi, tidak bertemu dan berjumpa dengan sanak famili. Tak ada momentum (waktu/kesempatan) yang lebih dahsyat dalam kehidupan ini, yang dapat menyatukan dan mempertemukan antara sanak fimili, keluarga, handai taulan dalam satu momentum, kecuali Idul Fitri. Mereka yang ada di luar negeri pulang. Mereka yang ada di kota-kota besar pulang. Mereka yang ada di pulau-pulau yang berbeda bertemu kembali. Tak ada kegembiraan yang dapat melebihi saat Idul Fitri. Tak ada kesempatan yang lebih indah dalam kehidupan ini kecuali saat Idul Fitri ini. Di mana dapat berkumpulnya keluarga.
Rangkaian perjalanan kehidupan yang gersang, tersirami lagi dengan pertemuan keluarga. Nilai-nilai yang amat penting dalam kehidupan, adalah berhasilnya seorang mukmin menjalani ‘tarbiyah’ Rabbaniyah, selama satu bulan, melalui shaum, yang kemudian menjadikan diri mereka kembali kepada fitrahnya, yang bersih.
Idul Fitri bermakna hari kemenangan. Kemenangan seorang hamba melawan hawa nafsunya. Jutaan orang merayakannya. Dengan syukur dan kegembiraan. Mereka ingin menandai kehidupannya dengan penuh kemenangan.
Jutaan orang-orang dengan perjuangan yang amat luar biasa, menempuh jarak yang jauh, tujuannya adalah ingin melakukan silaturrahmi dengan seluruh keluarganya.Ini adalah nilai-nilai Islam yang sudah terealisasikan dalam kehidupan. Dua hal yang paling pokok dalam kehidupan seorang mukmin adalah ‘birrul walidain’ dan ‘silaturrahmi’. Maknanya, berbuat baik kepada dua orang tua, dan menguatkan kembali hubungan kekeluargaan. Nilai-nilai ini semakin mengintregasikan kehidupan social. Betapa mulianya Islam. Menyambungkan kembali berbagai ikatan manusia. Melalui Islam. Menguatkan kembali hubungan kekerabatan, yang dilandasi saling memuliakan. Tidak ada doktrin yang dapat mengantarkan manusia bersatu, kecuali ajaran dan nilai-nilai Islam. Hanya dengan dua prinsip dalam Islam, ‘birrul walidaini’, dan ‘silaturrahmi', mempunyai pengaruh yang sanga luar biasa. Sangat berarti dalam kehidupan sosial.
Betapa indah makna Islam. Di saat Idul Fitri ini berapa trilyun rupiah, uang yang terdistribusi ke kampung halaman? Mereka yang datang dari luar negeri. Mereka yang datang dari berbagai kota-kota besar di Indonesia, dan mereka kembali ke kampung halamannya, dan memberikann uang kepada sanak familinya, pasti mempunyai arti penting dalam kehidupan. Berjuta-juta orang yang ‘mudik’ atau ‘pulang kampung’, secara langsung terjadi distribusi kekayaan, yang hanya karena motivasi Islam. Mereka ikut memperbaiki kehidupan. Banyak orang-orang yang tinggal di kota-kota yang membantu sanak familinya, dan banyak orang-orang kota yang membantu pembangunan sekolah, membantu pembangunan masjid, memberikan bekal usaha, dan lainnya, semuanya membawa perubhan bagi kehidupan. Islam dapat menjadi factor stimulus atau pendorong bagi perubahan kehidupan, dan terciptanya pola kehidupan baru, yang lebih kokoh dan erat, khususnya menciptakan integrasi social, yang sangat luar biasa nilainya.
Pola de-sentralisasi yang menjadi kebijakan pemerintah belum tentu efektif. Belum efektif membangun integrasi social dan melakukan distribusi asset dan kekayaan yang dapat memperbaiki kehidupan rakyat. Karena, de-sentralisasi justru hanya menciptakan orang kaya baru, yang jauh dari kehidupan. Hanya menciptakan sekelompok orang kaya, yang hidup di tengah-tengah pulau kemiskinan. Mungkin proses de-sentralisasi ini, jika ditambah dengan spirit Islam, yang mengharuskan seseorang memiliki komitment kepada fakir dan miskin, dapat menciptakan perubahan yang lebih luas,khususnya dalam memperbaiki kehidupan. Tidak hanya mengalihkan ‘korupsi’ yang sekarang di pusat ke daerah-daerah.
Ramadhan usai. Idul Fitri menjelang. Kehidupan terus berjalan. Pertemuan yang indah diantara keluarga-keluarga dengan kebahagiaan. Pertemuan yang tak dapat dilukiskan oleh apapun. Orang-orang yang sudah lama berpisah, bertemu kembali. Bertemu dengan penuh arti dan kemenangan. Semoga Idul Fitri tahun ini, setiap warga dapat menikmati kehidupan. Kehidupan yang lebih bahagia. Tak ada kepedihan. Orang-orang miskin, orang-orang papa, orang-orang yang tanpa keluarga, tetap dapat menikmati kehidupan ini. Tidak ada yang tersia-sia. Mereka yang tersisih dalam kehidupan ini, harus mendapatkan empati dan dimuliakan. Mari kita sambut Idul Fitri ini dengan penuh kebahagiaan. Bagi kita semua. Sesudah sebulan melaksanakan shaum di bulan Ramadhan.
Usai puasa (shaum) sebulan di bulan Ramadhan. Orang-orang mukmin memasuki episode kehidupan baru. Kehidupan yang penuh dengan makna. Antara kebenaran dan kebatilan, antara hiruk pikuk ibadah dan kemaksiatan. Di bulan Ramadhan seakan kehidupan penuh dengan rentang keheningan taqarub ilallah, kini umat Islam memasuki kehidupan yang penuh tantantangan dan hawa nafsu kembali.
Satu Syawal menjadikan nilai-nilai taqwa aka mendasari kehidupannya yang tertanam dalam hati. Nilai-nilai yang bersumber dari Islam. Menjadi orang muttaqien. Kehidupan yang bersih dari segala bentuk kotoran dunia. Kehidupan yang tidak lagi mau berkolaborasi dengan hal-hal yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam bentuk kekejian. Kehidupan yang tidak lagi dilurumi dengan dosa. Inilah makna kembali kepada kepada Allah di Idul Fitri. Gambaran orang-orang yang sudah dipisahkan dengan kehidupan jahiliyah. Gambaran orang-orang yang berhasil melaksanakan shaum, dan pasti terefleksi dalam kehidupan berikutnya secara esensi. Memutuskan rona kehidupan jahilihyah. Lalu, melanjutkan kehidupan baru, dan senantiasa mengingat Kemahaesaan Allah Rabbul Aziz.
Hakekatnya di dalam diri manusia senantiasa terjadi pertarungan antara hawa nafsu yang mengajak manusia kearah kesesatan dengan keinginan manusia berbuat baik. Kadang-kadang manusia kalah dengan hawa nafsunya. Kadang-kadang manusia menang melawan hawa nafsunya. Kadang-kadang manusia yang menonjol kebaikannya. Kadang-kadang manusia menonjol keburukannya. Manusia yang dapat mengalahkan hawa nafsunya adalah manusia yang akan selamat di dunia dan akhirat. Sebaliknya, manusia yang kalah, dan menjadi budak hawa nafsunya, maka akan rugi di dunia akhirat. Betapa banyak manusia yang menjadi budak hawa nafsunya. Membiarkan hawa nafsu menguasai dirinya. Mengikuti naluri binatang. Karena, manusia yang hanya mengikuti hawa nafsunya, tak ubahnya seperti binatang. Puasa tujuannya mendidik manusia. Mendidik agar manusia tidak hanya memikirkan kebutuhan nafsu hewaninya. Manusia menuju kearah yang mulia. Manusia hidupnya menjadi lebih selaras. Manusia menjadi lebih seimbang. Manusia dapat mengalahkan nafsu yang merusak kehidupan. Kemudian, manusia dapat lulus, mengarungi kehidupannya. Manusia mendapat kehormatan dari Allah Azza Wa Jalla, sesudah menang melawan hawa nafsunya, dan menjadi hambaNya yang muttaqien. Tidak banyak. Hanya sedikit. Manusia yang dapat mengakhiri shaumnya di bulan Ramadhan, dan mendapatkan derajat muttaqien. Semoga. Diantara kita termasuk orang-orang yang muttaqien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar