Selasa

Hidup Hakekat (Ma'ul-Hayat)


MAKSUD AJAKAN ALLOH DAN ROSULULLOH
Kemudian ajakan Alloh dan Rosululloh yang ada di Al Qur-an yakni orang beriman diperintah mendatangi atau menerima sesuatu yang sesuatu itu bisa menghidupkan orang mukmin, ini hidup yang bagaimana maksudnya?

  • Apakah hidup 'idhofiyyah ?
  • Apakah hidup shifatiyyah ?
  • Apakah yang dimaksud hidup tersebut hidup yang ditandai oleh perkembangan atau hidup yang ditandai oleh keluar masuknya nafas atau hidup sandaran ?

Yang dimaksud hidup disini adalah bukan hidup ‘Idhofiyyah. Sebab kalau hidup ‘idhofiyyah, maka kucing itu saja sudah hidup ‘idhofiyyah, kerbau juga begitu yakni hidupnya ditandai oleh keluar masuknya nafas.
Jadi kalau yang dimaksud hidup disitu adalah hidup hubungan antara jasmani dan ruhani maka ini tahsilul hasil. Sebab orang mukmin sebelum diperintah hidup tersebutpun sudah hidup, tidak ada bedanya dengan hidupnya orang dholimin, kafirin, musyrikin, fasiqin. Jadi yang dimaksud bukan hidup sandaran.
Lalu kalau bukan hidup sandaran, apakah hidup shifatiyyah ?
Jawabnya inipun bukan, itu mustahil, itu tahsilul hasil. Sebab semua ruh, apakah itu ruhnya orang mukmin atau ruhnya orang kafir, pokoknya semua ruh itu hidup dengan sifat.
Kalau begitu yang dimaksud itu kita ini supaya menyambut ajakan Alloh dan Rosululloh itu supaya kita bisa hidup, lalu hidup yang bagaimana?
Ini jawabannya yang jelas bukan hidup ‘idhofiyyah, bukan hidup shifatiyyah tapi hidup hakekat atau hidup haqiqiyyah. Makanya dalam Al Qur-an surat An-Naml diterangkan bahwa orang kafir itu disebut mati. Dalam ayat tersebut Kanjeng Nabi didawuhi oleh Alloh Ta’ala :
INNAKA LAA TUSMI’ULMAUTA WALAA TUS-MI’USHSHUMMADDU’AA-A IDZAA WALLAU MUDBIRIIN (An-Naml / 80).
Artinya : (Muhammad !) Kamu tidak bisa membuat mendengar orang yang mati dan orang yang tuli dan ketika orang mati itu berpaling dengan mungkur (tolah-toleh dengan membelakang).
Saudara angan-angan, ada orang mati kok bisa membelakangi dan tolah-toleh. Jadi orang kafir itu masih mati, jangankan orang kafir, orang mukminpun masih disebut mati kalau selama belum hidup hakekat. Disebut mati bukan dari segi shifatiyyah, mati bukan segi ‘idhofiyyah tapi mati dari segi haqiqiyyah.
Jadi selama kita ini belum minum Ma-ul Hayat atau air yang dimaksud dalam surat Al-Anfal :
 “Limaa Yuhyiikum”, maka kita masih mati.
(Limaa) : Untuk sesuatu.
(Yuhyiikum) : Untuk menghi-dupkan kamu semua.
Kalimat “Limaa”, Maa-nya ditambah huruf hamzah maka menjadi “Maa-un” yang artinya air.
Kalimat “Yuhyiikum” diambil kalimat hayatnya maka kalau digabung menjadi kalimat : (Maa-ul Hayat).
Jadi kita ini hukumnya masih mati, selama kita ini belum minum Maa-ul Hayat. Jadi kalau dilihat dari segi hidup hakekat, maka mayit itu banyak sekali tidak bisa dihitung.
  • Ada mayit bertengkar.
  • Ada mayit berjualan.
  • Ada mayit berpidato.
  • Ada mayit mengaji.
  • Ada mayit berpolitik.
  • Ada mayit memerintah.
  • Ada mayit mendapat piala.
Ini kalau dilihat dari segi hidup hakekat. Kalau kita belum bisa mencapai hidup haqiqiyyah, kita hanya hidup shifatiyyah saja, maka apa bedanya hidup kita dengan hidupnya orang kafir ?
Kalau hidup kita hanya hidup 'idhofi, maka hewanpun hidup 'idhofi, kalau begitu apa bedanya kita dengan hayawan ?
Kita sebagai orang mukmin, hidup kita haruslah berbeda dengan hidupnya orang kafir, haruslah berbeda dengan hayawan. Dan kalau kita belum hidup hakekat itu artinya kita belum menyambut ajakan Alloh dan ajakan Rosululloh. Lalu kalau begitu ajakan siapakah yang kita sambut ?
Ya berarti ajakan iblislah yang kita sambut.
Ajakannya siapakah, kalau bukan ajakannya Alloh dan Rosululloh yang kita sambut itu ?
Dan kapan kita menyambutnya ?
Kapan ?
Kapan ?
Apakah menunggu masuk alam barzakh ?
Itu tidaklah mungkin !
Jadi secara mudahnya, kita itu diperintah supaya kita hidup hakekat, bukan sekedar hidup-hidupan saja, bukan hidup jasmaniyyah dan ruhaniyyah tapi hidup hakekat. Hidup hakekat itulah sebenar-benarnya hidup ‘Indalloh.
Kalau hidupnya jasmani, maka hayawan sapi, kambing itu juga hidup. Kalau hidup ruhaniyyah, maka ruhaninya semua orang kafir itu juga hidup.
***
HIDUP HAKEKAT ADALAH HIDUPNYA IMAN
Dan kita sebagai orang mukmin maka hidupnya haruslah berbeda dengan orang kafir yang hidupnya hanya hidup sandaran dan hidup shifatiyyah dan kita harus hidup diatasnya yakni hidup hakekat. Dan hidup hakekat itu ialah “Hayaatul Iman” : hidupnya iman. Dan iman itu ialah merupakan benang halus, benang sutera, tali penghubung antara hamba dengan Alloh. Bukannya ibadah itu tali penghubung tapi imanlah tali penghubung antara kita dengan Alloh Ta’ala. Adapun ibadah ialah hanya merawat iman, ibadah itu untuk memperkuat tali penghubung. Jadi tali penghubung itu bisa mati dan bisa hidup.
Pada tulisan selanjutnya akan kita mulai tentang Apakah MAUL HAYAT ITU ?  tapi sementara akan kami muat tulisan dalam rangka menyambut tahun baru 1434 H…
Semoga manfaat..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar