Selasa

Kisah Nabi Syis dalam berbagai versi


Asal usul BATHARA GURU – dari Kitab Paramayoga



Asal Usul Sang Hyang Manikmaya (Bathara Guru) Cerita ini merupakan cuplikan dari ringkasan Kitab Paramayoga oleh Ki Sondong Mandali. Kitab Paramayoga itu sendiri ditulis oleh R.Ng. Ranggawarsita. Beliau menulis Kitab Paramayoga konon terinspirasi Serat Kandha yang ditulis oleh kakek buyut beliau yaitu R.Ng. Yasadipura I.
Dalam membaca ringkasan ini hendaknya menggunakan pikiran yang terbuka lebar dan mencerna pelan pelan sehingga tidak muncul penilaian yang keliru terhadap serat ini.
Ringkasan ini terdapat dalam Buku Bawarasa Kawruh Kejawen edisi Bahasa Indonesia karya Ki Sondong Mandali yang diterbitkan oleh Yayasan Sekarjagad Semarang dan buku tersebut saat ini sudah out of print. Dalam postingan ini Bathara Narada meng-edit seperlunya tanpa mengubah isi cerita.

JILID I
Quote:
Paramayoga menyebutkan bahwa Nabi Adam memiliki anak 40 pasang kembar dampit ditambah 2 yang tidak lahir secara kembar. Yang laki-laki Sayidina Sis, sedang yang perempuan Siti Hanun. Diceritakan bahwa nabi Adam berkehendak menjodohkan anak-anak kembar dampitnya dengan cara silang. Namun Siti Hawa, isterinya, menentang dan ingin menjodohkan anak kembar dampitnya dengan pasangan masing-masing. Alasannya sudah merupakan ketentuan takdir dijodohkan sejak dalam kandungan. Dari silang sengketa antara Adam dan Hawa tersebut kemudian sama-sama marah dan sama-sama mengeluarkan rahsa yang diterjemahkan sebagai darah. Penulis (Ki Sondong Mandali) sendiri menterjemahkan sebagai “dayaning urip” (daya hidup). Rahsa tersebut kemudian ditempatkan dalam cupumanik (cupu = wadah, manik = inti) dan sama-sama dipanjatkan doa. Rahsa dalam cupumanik Nabi Adam berubah menjadi orok bayi namun hanya ragangan, atau tubuh yang belum bernyawa. Atas kemurahan kodrat dan iradat Allah, bayi yang ada pada cupumanik milik Nabi Adam menjadi lengkap perwujudannya sebagai manusia yang sempurna, kemudian cahaya nurbuwah (kenabian) yang ada di badan Nabi Adam berpindah ke dalam tubuh bayi hingga dapat hidup sempurna. Adam mendapatkan bisikan dari Allah agar bayi tersebut dinamakan Sayidina Sis (Nabi Sis) yang dalam Jitapsara (Kitab susunan Begawan Palasara, Jawa) disebut Sang Hyang Sita. Nabi Adam memanjatkan syukur kepada Allah dan menjalankan bisikan gaib tersebut dan bayi digendongnya. Tiba-tiba datang badai (angin ribut) yang ikut menerbangkan cupu tempat bayi hingga jatuh di tengah Samudera Hijau dan diterima malaikat Ngazazil.
Quote:
CATATAN PENULIS:
Cerita tersebut diatas secara samar-samar telah menjelaskan bagaimana Adam (dalam pengertian “ilahi” sebagai Hyang Adhama, Atman, Dzat Sejatining Urip) beremanasi atau bertajalli menjadi Sang Hyang Sita (Nabi Sis). Jelasnya, kelahiran Sang Hyang Sita (Nabi Sis) bukan melalui proses biologis antara Adam dan Hawa. Namun oleh sebab keluarnya rahsa atau “dayaning urip” dan atas kemurahan kodrat dan iradat Allah
.
Nabi Sis atau Sang Hyang Sita mendapatkan jodoh dari Allah berupa bidadari bernama Dewi Mulat. Malaikat Ngazazil mengetahui dan mendengar bahwa kelak di kemudian hari keturunan Adam akan sangat dikasihi Allah. Maka Ngazazil selalu berdoa kepada Allah dan selalu berupaya agar keturunan Adam dan keturunannya bisa menyatu. Maksudnya, agar dirinya dapat menurunkan raja-raja bagi manusia. Doa Ngazazil dikabulkan, kemudian anaknya, Dlajah, dibuat mirip dengan Dewi Mulat untuk menggantikan isteri Nabi Sis tersebut. Sedang Dewi Mulat disembunyikan. Setelah Ngazazil mengetahui nutfah Nabi Sis (Sang Hyang Sita) jatuh di telanakan (rahim) Dlajah, maka cepat-cepat Dlajah dibawa pulang ke kahyangannya dan Dewi Mulat dimunculkan kembali.
Dewi Mulat melahirkan anak kembar pada waktu julungwangi atau saat matahari terbit. Yang satu berwujud bayi laki-laki dan yang satunya berwujud Cahya (Nur).
Pada waktu yang sama Dlajah juga melahirkan, tepat saat julungpujut atau saat matahari tenggelam. Yang dilahirkan Dlajah berwujud Asrar (rahsa) yang berkilauan memancarkan cahaya laksana embun pagi di daun talas. Selanjutnya Asrar tersebut dibawa Ngazazil ke Kusniyamalebari dan dipersatukan dengan anak Nabi Sis dengan Dewi Mulat yang berwujud Cahya (Nur). Kemudian berubah menjadi laksana bayi laki-laki yang masih diliputi cahaya dan tidak dapat dipegang.Kakek bayi-bayi tersebut, Nabi Adam (Hyang Adhama), memberi nama Anwas (Nasa, dalam Jitapsara) kepada cucunya yang berwujud bayi laki-laki (dari Dewi Mulat) dan Anwar (Nara, dalam Jitapsara) kepada cucunya yang berwujud cahya (persatuan antara anak Dewi Mulat dan anak Dlajah).
Sayid Anwas tekun beribadah kepada Allah SWT., sedang Sayid Anwar gemar bertapa dan berkelana hingga bertemu dengan Malaikat Ngazazil dan berguru kepadanya. Sayid Anwar mendapatkan berbagai ilmu kesaktian. Bisa berubah sebagai laki-laki atau perempuan, bisa menghilang dan kasat mata (tidak bisa diindera). Juga bisa terbang ke angkasa dan masuk ke perut bumi. Ketika Sayid Anwar pulang dan bertemu Nabi Adam, maka kakeknya melihat berubahnya perilaku cucunya itu. Nabi Adam paham bahwa perubahan itu dikarenakan ulah Ngazazil dan berkata kepada Nabi Sis, bahwa kelak Sayid Anwar akan murtad dari ajaran agama yang dipeluk kakek dan ayahnya.
Quote:
CATATAN PENULIS:
Kisah Sayid Anwar (Sang Hyang Nurcahya) tersebut juga dengan samar-samar mengisahkan proses beremanasinya Sang Hyang Sita (Nabi Sis) menjadi Sang Hyang Nuircahya (Sayid Anwar). Meskipun kelahirannya melalui ibu : Dewi Mulat dan Dlajah, namun jelas sekali bahwa Dewi Mulat bidadari pemberian Allah, sedang Dlajah “anak” malaikat Ngazazil. Paramayoga tidak secara jelas menguraikan tentang malaikat Ngazazil dan bagaimana ceritanya bisa punya “anak” bernama Dlajah. Disinilah “kehalusan” pujangga Jawa dalam menukil ajaran Islam tentang Allah Swt. dan Malaikat. Para pujangga Jawa menghormati ketauhidan Islam dengan menempatkan Allah Swt. pada wilayah “tan kena kinayangapa”. Serta tetap membuat misteri tentang posisi Malaikat. Secara samar-samar memposisikan kesetaraan Malaikat dengan Hyang Adhama, sehingga disebutkan bahwa Malaikat Ngazazil berkehendak ikut menurunkan raja-raja penguasa manusia. Secara tersirat menyatakan bahwa Malaikat (sebagai Kuasa Allah) ikut mengatur “uriping manungsa”. Maksudnya, ikut terlibat dalam proses beremanasinya Dzat Sejating Urip selanjutnya.


Kisah Nabi Adam dan Sis


Di dalam Taman Surga lahir seorang manusia yang diberi nama Adam. Ketika Tuhan memilihnya sebagai kalifah, para malaikat yang dipimpin Ajajil mengajukan keberatan karena umat manusia mereka anggap hanya bisa berbuat kerusakan saja. Maka, Tuhan pun mengajari Adam berbagai macam ilmu pengetahuan yang membuatnya mampu mengalahkan kepandaian para malaikat. Di hadapan para malaikat, Tuhan menguji kepandaian Adam. Para malaikat akhirnya mengakui keunggulan Adam. Tuhan kemudian memerintahkan semua malaikat untuk bersujud menghormat kepadanya. Para malaikat serentak bersujud melaksanakan perintah Tuhan, kecuali makhluk bernama Ajajil.
Ajajil menolak bersujud kepada Adam karena baginya hanya Tuhan semata yang pantas disembah. Meskipun mengajukan berbagai alasan, tetap saja Ajajil dianggap sebagai pembangkang. Ajajil kemudian dikeluarkan dari Taman Surga dan dijuluki sebagai Sang Iblis.
Nabi Adam kemudian menikah dengan wanita pilihan Tuhan yang bernama Hawa. Keduanya diizinkan menikmati segala macam isi Taman Surga kecuali buah dari sebuah pohon larangan.
Sementara itu Ajajil Sang Iblis datang menyusup ke dalam Taman Surga dengan menyamar sebagai seekor ular. Tujuannya adalah untuk membuktikan bahwa Adam tidak sempurna dan bisa dikalahkan. Melalui kepandaiannya berbicara, ular samaran Ajajil berhasil menghasut Adam dan Hawa sehingga keduanya memakan buah pohon larangan tersebut. Mengetahui hal itu, Tuhan pun menghukum pasangan tersebut keluar dari Taman Surga.
Adam kemudian membangun tempat tinggal baru di daerah Asia Barat Daya bernama Kerajaan Kusniyamalebari. Setelah memimpin selama 129 tahun, barulah Adam dan Hawa memiliki keturunan. Setiap kali melahirkan mereka mendapatkan putra dan putri sekaligus. Putra yang tampan lahir bersama putri yang cantik, sedangkan putra yang jelek lahir bersama putri yang jelek pula.
Setelah lahir lima pasangan, Adam dan Hawa berniat menikahkan putra dan putri mereka itu. Adam memutuskan untuk menikahkan putra yang tampan dengan putri yang jelek, serta sebaliknya. Sementara itu, Hawa mengusulkan agar putra yang tampan dinikahkan dengan putri yang cantik, serta putra yang jelek dengan putri yang jelek, sesuai pasangan kelahiran masing-masing.
Adam dan Hawa sama-sama saling mempertahankan pendapat. Keduanya sepakat mengeluarkan rahsa untuk mendapatkan petunjuk dari Tuhan. Atas kehendak Tuhan, rahsa milik Adam tercipta menjadi bayi namun hanya berwujud ragangan, sementara rahsa milik Hawa tetap berwujud darah. Menyaksikan hal itu Hawa pasrah terhadap keputusan Adam.
Beberapa waktu kemudian, cahaya nubuwah Adam keluar dari dahinya dan berpindah pada tubuh ragangan bayi tersebut. Akibatnya, ragangan bayi itu hidup menjadi bayi normal. Tuhan memberi petunjuk supaya bayi tersebut diberi nama Sis, di mana kelak ia akan menurunkan para pemimpin dunia. Adam sangat bersyukur dan membawa bayi Sis pulang.
Setelah Adam pergi, cupu yang tadinya digunakan sebagai wadah rahsa terhempas oleh angin kencang sehingga jatuh di dekat Samudera Hijau. Cupu tersebut ditemukan oleh Malaikat Ajajil dan disimpannya sebagai pusaka, dan diberi nama Cupumanik Astagina.
Beberapa tahun kemudian Sis tumbuh menjadi manusia istimewa yang memiliki keunggulan dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Selain memiliki lima pasang kakak, Sis juga memiliki 35 pasang adik dan seorang adik perempuan yang lahir tanpa pasangan bernama, Siti Hunun.
Pada suatu hari Nabi Adam mengutus Sayid Sis untuk mengambil buah di Taman Surga. Sis berhasil memasuki tempat tersebut dan mendapatkan buah yang diinginkan ayahnya. Selain itu, Sis juga mendapatkan anugerah dari Tuhan berupa seorang bidadari bernama Dewi Mulat.
Sis kemudian menikah dengan Mulat. Keduanya hidup berumah tangga di negeri Kusniyamalebari.
Set menurut kepercayaan Islam
Set (Syits) (sekitar 3630-2718 SM), hidup selama kurang lebih 912 tahun, meninggal pada usia 1042 tahun. Menikah dengan Azura (Hazurah), kemudian mengandung seorang anak yang bernama Enos pada usia 105 tahun. Ia salah seorang anak Adam, yang dianggap sebagai salah satu dari nabi-nabi dalam Islam. Ia juga termasuk guru Nabi Idris yang pertama kali mengajarkan baca-tulis, ilmu falak, Menjinakkan kuda dan lain-lain.
Sunan Kalijogo
Kidung Rumeksa Ing Wengi
—————————-
Ana kidung rumekso ing wengi
Teguh hayu luputa ing lara
luputa bilahi kabeh
jim setan datan purun
paneluhan tan ana wani
niwah panggawe ala
gunaning wong luput
geni atemahan tirta
maling adoh tan ana ngarah ing mami
guna duduk pan sirno
Sakehing lara pan samya bali
Sakeh ngama pan sami mirunda
Welas asih pandulune
Sakehing braja luput
Kadi kapuk tibaning wesi
Sakehing wisa tawa
Sato galak tutut
Kayu aeng lemah sangar
Songing landhak guwaning
Wong lemah miring
Myang pakiponing merak
Pagupakaning warak sakalir
Nadyan arca myang segara asat
Temahan rahayu kabeh
Apan sarira ayu
Ingideran kang widadari
Rineksa malaekat
Lan sagung pra rasul
Pinayungan ing Hyang Suksma
Ati Adam utekku baginda Esis
Pangucapku ya Musa
Napasku nabi Ngisa linuwih
Nabi Yakup pamiryarsaningwang
Dawud suwaraku mangke
Nabi brahim nyawaku
Nabi Sleman kasekten mami
Nabi Yusuf rupeng wang
Edris ing rambutku
Baginda Ngali kuliting wang
Abubakar getih daging Ngumar singgih
Balung baginda ngusman
Sumsumingsun Patimah linuwih
Siti aminah bayuning angga
Ayup ing ususku mangke
Nabi Nuh ing jejantung
Nabi Yunus ing otot mami
Netraku ya Muhamad
Pamuluku Rasul
Pinayungan Adam Kawa
Sampun pepak sakathahe para nabi
Dadya sarira tunggal
Terjemahan dalam bahasa indonesia:

Ada kidung rumekso ing wengi. Yang menjadikan kuat selamat terbebas
dari semua penyakit. Terbebas dari segala petaka. Jin dan setanpun
tidak mau. Segala jenis sihir tidak berani. Apalagi perbuatan jahat.
guna-guna tersingkir. Api menjadi air. Pencuripun menjauh dariku.
Segala bahaya akan lenyap.
Semua penyakit pulang ketempat asalnya. Semua hama menyingkir dengan pandangan kasih. Semua senjata tidak mengena. Bagaikan kapuk jatuh dibesi. Segenap racun menjadi tawar. Binatang buas menjadi jinak. Pohon ajaib, tanah angker, lubang landak, gua orang, tanah miring dan sarang merak.
Kandangnya semua badak. Meski batu dan laut mengering. Pada akhirnya semua slamat. Sebab badannya selamat dikelilingi oleh bidadari, yang dijaga oleh malaikat, dan semua rasul dalam lindungan Tuhan. Hatiku Adam dan otakku nabi Sis. Ucapanku adalah nabi Musa.
Nafasku nabi Isa yang teramat mulia. Nabi Yakup pendenganranku. Nabi Daud menjadi suaraku. Nabi Ibrahim sebagai nyawaku. Nabi sulaiman
menjadi kesaktianku. Nabi Yusuf menjadi rupaku. Nabi Idris menjadi
rupaku. Ali sebagai kulitku. Abubakar darahku dan Umar dagingku.
Sedangkan Usman sebagai tulangku.
Sumsumku adalah Fatimah yang amat mulia. Siti fatimah sebagai
kekuatan badanku. Nanti nabi Ayub ada didalam ususku. Nabi Nuh
didalam jantungku. Nabi Yunus didalam otakku. Mataku ialah Nabi
Muhamad. Air mukaku rasul dalam lindungan Adam dan Hawa. Maka
lengkaplah semua rasul, yang menjadi satu badan.
Dalam versi yang lain



Sanghyang Wenang

Sanghyang Wenang adalah nama seorang dewa senior dalam tradisi pewayangan Jawa. Ia dianggap sebagai leluhur Batara Guru, pemimpinKahyangan Suralaya. Ia sendiri bertempat tinggal di Kahyangan Awang-awang Kumitir.
Kisah kehidupan Sanghyang Wenang yang diangkat dalam pentas pewayangan antara lain bersumber dari naskah Serat Paramayoga yang disusun oleh pujangga Ranggawarsita.

Asal-usul

Serat Paramayoga merupakan karya sastra berbahasa Jawa yang isinya merupakan perpaduan unsur Islam, Hindu, dan Jawa asli. Tokoh Sanghyang Wenang misalnya, disebut sebagai leluhur dewa-dewa Mahabharata sekaligus keturunan dari Nabi Adam.
Sanghyang Wenang merupakan putra Sanghyang Nurrasa, putra Sanghyang Nurcahya, putra Nabi Sis, putra Nabi Adam. Ia memiliki seorang kakak bernama Sanghyang Darmajaka dan seorang adik bernama Sanghyang Pramanawisesa.
Setelah dewasa, Sanghyang Wenang mewarisi takhta Kahyangan Pulau Dewa dari ayahnya. Kahyangan ini konon sekarang terletak di negaraMaladewa, di sebelah barat India.

Berselisih dengan Nabi Sulaiman

Sanghyang Wenang dipuja bagaikan Tuhan oleh para penduduk Pulau Dewa yang saat itu kebanyakan dari bangsa jin. Hal ini didengar olehNabi Sulaiman pemimpin Bani Israil. Para pengikut Nabi Sulaiman mendesak supaya Sanghyang Wenang diberi hukuman. Nabi Sulaiman pun mengirim panglimanya yang bernama Jin Sakar untuk menyerang Pulau Dewa.
Jin Sakar tiba di tujuannya. Namun justru dirinya yang berhasil dikalahkan Sanghyang Wenang. Jin Sakar dikirim balik untuk mencuri rahasia kesaktian Nabi Sulaiman, yaitu Cincin Maklukatgaib pemberian Tuhan. Setelah berhasil mencuri cincin tersebut, Jin Sakar kembali ke Pulau Dewa, namun Cincin Maklukatgaib jatuh tercebur ke dasar laut.
Nabi Sulaiman jatuh sakit setelah kehilangan cincinnya. Berkat doanya yang tekun, ia pun memperoleh kesembuhan. Pulau Dewa tempat Sanghyang Wenang dipasangi tumbal sehingga meledak dan hancur menjadi pulau-pulau kecil. Sanghyang Wenang sendiri bahkan sampai mengungsi ke dasar laut.

Membangun Kahyangan Tengguru

Beberapa tahun kemudian setelah Nabi Sulaiman meninggal, Sanghyang Wenang pun muncul kembali dan membangun kahyangan baru di Gunung Tengguru. Setelah memimpin sekian tahun lamanya, Sanghyang Wenang mewariskan takhta kahyangan kepada putranya yang bernama Sanghyang Tunggal. Setelah itu, ia sendiri juga manunggal, bersatu ke dalam diri putranya itu.
Meskipun Sanghyang Wenang telah bersatu ke dalam diri Sanghyang Tunggal, namun para dalang dalam pementasan wayang masih tetap memunculkan tokoh Sanghyang Wenang dalam lakon-lakon tertentu. Hal ini dimungkinkan karena setelah bersatu dengan ayahnya, Sanghyang Tunggal tetap memakai nama ayahnya, yaitu Sanghyang Wenang sebagai salah satu nama julukannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar